ALIH TEKNOLOGI DEMI KESETARAAN TEKNOLOGI (HAKI)
ALIH TEKNOLOGI “YANG KATANYA” DEMI
KESETARAAN TEKNOLOGI
Yusuf Bahtiyar (C02213079)
Tulisan ini merupakan tindaklanjut
dari materi terakhir HAKI serta dalam rangka memenuhi tugas UAS untuk mata
kuliah HAKI Prodi Hukum Ekonomi Islam. Dalam tulisan ini saya mengambil salah
satu dari tiga pilihan tema yakni “Alih Teknologi”, dalam pembahasanya tulisan
ini akan mengarah tentang apa itu alih teknologi serta impikasi yang timbul
dari alih teknologi terhadap HAKI dan Perekonomian dalam negeri.
Indonesia sebagai Negara berkembang
mutlak membutuhkan bantuan dari Negara maju dalam bidang pengetahuan dan teknologi.
Sehingga alih teknologi adalah sarana yang wajib ada dalam upaya membawa Indonesia
lebih baik lagi. Namun Indonesia harus tetap memiliki idealimenya, pancasila
harus terus dijadikan dasar dalam hubungan dengan Negara luar dan atau Negara dalam.
PENGANTAR
Perkembangan
ilmu pengetahunan dan teknologi telah membawa paradigma baru dalam system ekonomi,
paradigma tersebut menjadikan pengetahuan dan teknologi sebagai landasan dalam
pembangunan ekonomi. Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi penting terutama
dalam upaya industrialisasi dan efektifitas sumber daya dalam suatu Negara. Sehingga
dalam rangka pengembangan dalam segala bidang, mutlak membutuhkan pengetahuan
dan teknologi. Dalam paradigma tersebut, Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) memiliki
peranan tersendiri dalam upaya mendorong pembangunan dalam segala bidang,
sehingga pengaturan HaKI terutama Hak yang berkaitan dengan paten perlu mendapatkan
perhatian yang lebih, terutama dalam rangka alih teknologi. Di dalam teknologi
terkandung kekuatan, baik ekonomi, politik maupun sosial yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis bagi pemiliknya. Perusahaan pemilik
teknologi berpaten menguasai monopoli atas penggunaan teknologi tersebut,
sehingga mereka dapat mempengaruhi kehidupan politik dan ekonomi negara yang
dimasukinya.
Alih Teknologi
Alih
Teknologi dan HaKI memiliki hubungan yang khusus, sebagaimana dijelaskan dalam Trips
Agrement Pasal 7 a.1. : “Perlindungan
HaKI harus memberi sumbangan pada usaha pendorong penemuan teknologi dan alih
teknologi, berdasarkan keuntungan timbal balik antara pemilik dan pengetahuan
teknologi dan dalam situasi yang kondusif bagi kesejahteraan sosial dan
ekonomis, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban”.
Salah
satu bidang HaKI yang terkait langsung dengan teknologi adalah paten.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 butir 1 Ketentuan Umum UU No. 14 Tahun
2001 Tentang Paten Jo. PP No.20 Tahun 2005 tentang Alih teknologi kekayaan
intelektual serta hasil penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi dan
lembaga penelitian dan pengembangan, yang dimaksud dengan Paten adalah “hak
eksklusif yang diberikan oleh negara kepada Inventor atas hasil Invensinya
dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya”, sedangkan dalam butir 2 dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan Invensi adalah “ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan
pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau
proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses”.
Salah satu aspek positif dari penerapan hak
paten yaitu mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang muncul
dari publikasi dan aplikasi paten. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tidak secara
eksplisit menyatakan perlunya alih teknologi. Meskipun begitu, keberadaan
ketentuan mengenai lisensi paten dalam undang-undang ini secara tidak langsung
telah mengamanatkan upaya alih teknologi melalui pemberian lisensi paten.
Masalah
perlindungan dan pengalihan teknologi melalui sistem paten telah menjadi
perhatian dunia internasional, terutama bagi negara-negara berkembang yang
kemajuan teknologinya jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan negara-negara
maju. Perlindungan hukum dan pengalihan teknologi dalam sistem paten pertama
kali dikemukan dalam forum internasional oleh Brazilia di sidang umum PBB pada bulan
November 1961, yang mengajukan usul resolusi dengan judul “The Role of Paten
in the Transfer of Teknologi to bundle development Countries” (peran paten
dalam alih teknologi ke negara-negara berkembang).
Di
Indonesia pengaturan alih teknologi dibidang paten diatur dalam UU No. 14 Tahun
2001. UU No. 14 Tahun 2001 merupakan wujud komitmen Indonesia karena telah
meratifikasi TRIPs. Sejarah terbentuknya TRIPs dilandasi keinginan negara
industri kapitalis untuk menguasai pasar ekonomi dunia dengan memaksakan
berlakunya aturan standar hak kekayaan intelektual di negara berkembang. Hal
ini dilakukan semata-mata untuk menjamin perlindungan intellectual property-nya
serta dapat menjamin keamanan berinvestasi. Hingga saat ini, Indonesia belum
mempunyai strategi yang mantap untuk alih teknologi dengan menyediakan
perangkat perundangan yang khusus mengatur strategi nasional dalam pengalihan
teknologi dan peraturan operasionalnya. UU No. 14 Tahun 2001 memang telah
memberikan perlindungan terhadap penemuan di bidang teknologi dan lisensi,
namun demikian, penegakan hukum serta perangkat hukum di bawahnya masih perlu
disediakan dan di efektifkan melalui pengaturan secara khusus tentang alih
teknologi.
Terkait
dengan alih teknologi dalam lingkup HaKI, Pasal 17 menyebutkan bahwa kerja sama
internasional dapat diusahakan oleh semua unsur kelembagaan ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk meningkatkan alih teknologi dari negara-negara lain serta
meningkatkan partisipasi dalam kehidupan masyarakat ilmiah internasional.
Ketentuan ini lantas dipertegas melalui pasal 23 yang menyatakan bahwa
Pemerintah menjamin perlindungan bagi HaKI yang dimiliki oleh perseorangan atau
lembaga sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Globalisasi dan Modernisasi
Dunia
hari ini, dimana proses modernisasi dan globalisasi sudah benar-benar terjadi,
menimbulkan persaingan bebas diantara berbagai Negara dalam upaya pengembangan
teknologi dan pengetahuan. negara-negara maju yang memiliki pengetahuan dan
teknologi yang lebih cendrung proteksionis dalam memberikan perlindungan hak
atas paten mereka. Sikap proteksionis dari negara-negara maju muncul setelah
adanya kebijakan dunia internasional tentang alih teknologi. Teknologi yang
dimiliki oleh negara-negara maju telah menarik perhatian negara-negara
berkembang untuk dapat mengambil alih, tetapi tentunya pengambilalihan tersebut
harus tetap memperhatikan aspek hukum yang berkenaan dengan proses
pengambilalihannya.
Dalam
Pasal 1 Ketentuan Umum UU No. 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan teknologi adalah “Cara atau metode serta proses atau
produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu
pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan
peningkatan mutu kehidupan manusia”, sedangkan yang dimaksud dengan alih
teknologi dalam undang-undang tersebut adalah “pengalihan kemampuan
memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan,
atau orang, baik yang berada di lingkungan dalam negeri maupun yang berasal
dari luar negeri ke dalam negeri dan sebaliknya”
Sejak
beberapa dasawarsa yang lalu, negara berkembang, termasuk Indonesia semakin
gencar berusaha menarik investor asing, guna memperoleh modal dan kesempatan
memanfaatkan alih teknologi. Salah satu langkah strategis yang dilakukan
Indonesia untuk mengundang investor masuk ke Indonesia dalam rangka alih
teknologi adalah dengan meningkatkan perlindungan paten terhadap penemuan
teknologi.
Alih
teknologi dari suatu negara ke negara lain, umumnya dari negara maju yang mana
memiliki pengetahuan dan teknologi yang lebih, ke negara berkembang dapat
dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada jenis bantuan teknologi yang
dibutuhkan untuk suatu Negara tersebut.
Sebagai
contoh, kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan Austria dalam rangka
peningkatan kwalitas plta, baik dalam teknologinya maupun sumber dayanya.
Berikut petikan berita dari website kementrian energy dan sumber daya mineral
(esdm.go.id)
Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik dan Menteri Transportasi,
Inovasi Dan Teknologi Austria Doris Bures hari ini, Senin (5/5) menandatangani
Nota Kesepahaman (Memorandum Of Understanding/MoU) Kerja Sama Teknologi
Infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Nota
Kesepahaman antar kedua negara ini dibuat dengan mempertimbangkan kepentingan
bersama dalam mengembangkan kerja sama energi baru terbarukan antara Republik
Indonesia dan Republik Federal Austria. Kedua negara juga mengakui pentingnya
energi terbarukan bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
Kerjasama dalam nota kesepahaman ini
tidak terbatas pada meningkatkan investasi di. Bidang teknologi PLTA saja
tetapi mendorong transfer teknologi PLTA itu sendiri, dan melakukan dialog
kebijakan perkembangan PLTA, serta adanya pertukaran pengalaman dan
implementasi bidang teknologi PLTA. Selain itu ada juga kerjasama ilmiah dan
teknis, seperti penelitian bersama, pendidikan, pelatihan dan lokakarya dalam
lingkup proyek proyek tertentu dan eksplorasi potensi kerjasama pada bidang
energi terbarukan lainya.
Yang tidak kalah pentingnya,
pelaksana dari kerjasama ini adalah Direktur Jendral Energi Baru Terbarukan dan
Konservasi Eneegi (EBTKE) kementerian esdm dan kelompok staf alih Teknologi dan
Penelitian Keamanan Kementerian Federal Transportasi, Inovasi dan Teknologi
Austria, ujar Menteri esdm Jero Wacik.
Jero juga menyampaikan, bahwa
kerjasama di bidang eneegi antara0Indonesia dengan Austria telah dilakukan
antara lain, antara Badiklat esdm dengan universitas leoben mengenai kerjasama
sdm bidang sumber daya mineral, teknik oerminyakan dan energi baru terbarukan
di Wina Austria.
Kemudian ada juga kerjasama dalam
program pascasarjana (S2/S3) pelatihan singkat, program pertukaran tenaga ahli
baik di bidang perminyakan, tambang, dan energi maupun di bidang manajemen,
ekonomi dan teknologi informasi serta menyediakan tenaga ahli yang berkompeten.
Selain itu Universitas Loeben juga melakukan penelitian bersama ( joint
research) di bidang energi terutama panas bumi atau sistem pembangkit tepat
guna.(Ulin)[1]
Sebagai
informasi, Perusahaan energi terbarukan Austria yang telah beroperasi di
Indonesia adalah Andritz Hydro, perusahaan Austria yang bergerak di bidang
penyediaan jasa dan sistem mekanik-elektro untuk fasilitas PLTA yang memiliki
reputasi sebagai perusahaan global yang unggul dalam daya hidrolik. Andritz
Hydro beroperasi di Indonesia melalui pembangunan PLTA terbesar di Indonesia,
yaitu PLTA Cirata, yang listriknya dijual ke PT PLN guna mendukung pemenuhan
kebutuhan listrik nasional.[2][3]
Dari
Nota kesepahaman tersebut, Nampak jelas tentang komitmen Indonesia alih
teknologi dari Austria. banyak cara yang bias digunakan Indonesia dalam upaya
alih teknologi, seperti Memperkerjakan tenaga-tenaga ahli asing. Dengan cara
ini negara berkembang bisa dengan mudah mendapatkan teknologi, yang berupa
teknik dan proses manufacturing yang tidak dipatenkan. Cara ini hanya cocok
untuk industri kecil dan menengah. Menyelenggarakan suplai dari mesin-mesin dan
alat equipment lainnya. Suplai ini dapat dilakukan dengan kontrak tersendiri. Perjanjian
lisensi dalam teknologi, si pemilik teknologi dapat memberikan hak nya kepada
setiap orang/badan untuk melaksanakan teknologi dengan suatu lisensi. Expertisi
dan bantuan teknologi. Keahlian dan bantuan dapat berupa: Studi pre-investasi,
Basic pre-ingeenering, Spesifikasi masin-mesin, Pemasangan dan menja1ankan
mesin-mesin, Manajemen
Alih teknologi atau ekspansi ekonomi
Dengan
semakin meningkatnya perlindungan hokum hak paten terhadap penemuan teknologi,
maka alih teknologipun semakin berkembang hal ini tentunya dilandasi semangat
pembaharuan dan kemajuan bersama dalam pengetahuan dan teknologi. Namun
hadirnya perusahaan Multinasional di-era perdangan bebas yang memiliki modal
besar dan teknologi maju yang dilindungi paten telah menimbulkan distorsi antara
tujuan awal meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan teknologi malah berubah menciptakan
jurang kesenjangan dan ketergantungan antara negara maju dan berkembang. konflik
muncul ketika Negara maju yang memiliki modal dan teknologi mapan dihadapkan
dengan negara berkembang yang menginginkan kemajuan pengetahuan dan teknologi
memiliki cara pandang yang berbeda dalam rangka alih teknologi.
Dalam
melindungi kepentingan nasional, sudah seharusnya Indonesia memiliki
seperangkat peraturan yang dapat mengakomodasi perlindungan hukum terhadap
konflik kepentingan yang muncul dalam alih teknologi.
Masalah
pemanfaatan teknologi canggih yang dilindungi paten di negara berkembang juga
menjadi kontroversi, yaitu bagi Perusahaan Multinasional yang demi meraih
keuntungan sebasar-besarnya, mereka mendayagunakan paten dengan memadukan
faktor-faktor produksi murah dan dominasi teknologi riset&devolepment (R&D)
tetap di negara asal, sedangkan negara berkembang yang mengharapkan penyebaran
teknologi melalui Perusahaan Multinasional hanya menjadi penonton atau operator
mesin saja. Paten atas teknologi maju telah membawa pemiliknya yaitu Perusahaan
Multinasional menjadi kapitalis baru, tidak hanya bermodalkan uang, melainkan
kekayaan intelektual memainkan peran penting untuk menguasai pasar
internasional. Sehingga yang terjadi adalah, pemiskinan dan penguasaan Negara
berkembang, dimana pada akhirnya Negara berkembang awalnmya menginginkan
kemajuan dalam teknologi dan pengetahuan Negara maju, malah hanya akan menjadi
budak yang tergantung pada pengetahuan dan teknologi negera maju, sehingga pada
akhirnya Negara berkembang hanya akan menjadi objek komersialisasi dan
industrialisasi Negara maju.
Dari
pengalaman negara maju, diketahui bahwa negara-negara industri menyebarkan
hukum intelektual mereka setalah mencapai level teknologi tinggi dan produksi
untuk peningkatan ekonomi. Hukum kekayaan intelektual mereka dibuat untuk
menjamin perlindungan terhadap pemilikan teknologi serta pemasaran produknya.
Secara logis, apabila negara berkembang ingin mengadakan perjanjian alih
teknologi dengan negara maju, maka negara berkembang harus menjamin
perlindungan yang sama dengan negara maju. Selain itu, klausula-klausula yang
bersifat menguntungkan negara maju sangat mungkin terjadi berdasarkan keinginan
dan tujuan mereka untuk menguasai pasar global dengan jaminan kemanan teknologi
berpatennya dan keuntungan ekonomis sebanyak-banyaknya.
Menurut
Goans sistem paten yang kuat dapat menciptakan iklim yang mendorong industri
untuk menginvestasikan dan mengalihkan teknologi baru di negara berkembang.
Dari sudut pandang kepentingan teknologi, apabila perlindungan terlalu luas,
maka tidak akan terjadi pengembangan teknologi karena modifikasi sebesar apa
pun akan dikualifikasikan sebagai pelanggaran. Sebaliknya, bila perlindungan
paten diberikan terlalu sempit, maka akan merugikan pihak patentee, karena akan
muncul banyak penemuan dengan teknologi yang mirip-mirip dan kemungkinan
memperoleh paten relatif lebih mudah.
Hukum
sebagai sarana Transformasi sosial harus mampu untuk memberikan perlindungan
terhadap perkembangan teknologi dan pengetahuan baru. Sebagai negara
berkembang, Indonesia harus menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi
mempunyai peranan penting dalam mempercepat pembangunan sosio-ekonomi nasional
dan khususnya dalam memperlancar peningkatan produksi dari barang dan jasa
dalam sektor industri dan memasukkan teknologi asing yang cocok yang tepat dari
luar negeri kedalam negeri dengan ketentuan-ketentuan, syarat-syarat dan harga
yang menguntungkan bagi kepentingan nasional. Pengaturan tentang alih teknologi
perlu diperhatikan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap pengembangan
teknologi baru di Indonesia.
Pancasila
sebagai dasar Negara harus digunakan sebagai penyaring pengaruh asing dan
kemungkian budaya yang ikut teralihkan dalam usaha alih teknologi. Selain itu
upaya untuk terus berbenah, dan mengejar ketertinggalan harus terus digalakkan,
agar Indonesia tidak semakin tertinggal dan hanya akan terus menjadi objek
komersialisasi pengetahuan dan teknologi. (S.Pm)
[1]
http://wartajakarta.com/berita-4785-pemerintah-indonesia-kerjasama-dengan-republik-federal-austria-tentang-plta.html
Posting Komentar