Islam dan Sosialisme (H.O.S Tjokroaminoto) - Resume Buku
8 minute read
Islam dan Sosialisme (H.O.S
Tjokroaminoto)
Sosialisme Islam
Kata “sosialisme” berasal dari Bahasa
latin “socius”, atau yang dalam Bahasa belanda: maker, bahasa melayu: teman,
bahasa jawa: kita, dan bahasa arab: sahabat. Sehingga dapat dirumuskan paham
sosialisme adalah paham yang memiliki penekanan dalam “pertemanan” dan
“persaudaraan”.
Sosialisme memiliki prinsip “Satu buat semua dan semua buat satu”, sebuah
paradigma tentang kebersamaan. Sehingga seluruh angota masyarakat memiliki
tangung jawab yang sama untuk mewujudkan “persaudaraan” dalam bentuk apapun.
Dengan mengutip ayat yang berbunyi
“Kaanan Nasu Ummatan Wahidan” yang artinya seluruh umat manusia itu
bersaudara/bersatu Tjokro memandang Al-Qur’an memiliki dasar yang kuat akan ideologi
sosialisme. Dalam kaitanya dengan Sosialisme Islam. Islam yang berasal dari kata
aslama, salima, salmi dan sulami oleh
Tjokro dimaknai sebagai, ketaatan penuh pada Allah, kepada utusan-Nya dan
kepada pemimpin, untuk secara bersama-sama membangun kebersamaan, kerukunan demi
kebahagiaan dunia dan akhirat
Nabi Muhammad saw
sebagai contoh terbaik dalam pergaulan hidup bermasyarakat (sociale hervormer), Dalam menjalani dan
mengemban misi kenabian, tidak pernah sekalipun melupakan asas-asas demokratis
tentang persamaan dan persaudaraan, demikian juga dengan asas-asas sosialisme. Nabi
Muhammad mengajarkan perilaku ekonomi dengan asas-asas yang bersifat
sosialistik. Al-Quran berulang-ulang menyatakan, bahwa memberi sedekah itu
bukan hanya bersifat kebajikan, tetapi merupakan satu kewajiban yang tegas dan
tak boleh dilalaikannya. Sabda nabi yang dalam padangan Tjokro sangat
sosialistik:
“Sedekah makhluk
tuhan adalah tuhan ampunya keluarga dan ialah yang sangat berbakti (percaya)
kepada tuhan, yaitu barang siapa berusaha berbuat sebanyak-banyaknya kepada
makhluk tuhan. Memberi sedekah adalah satu kewajiban bagi kamu. Sedekah
hendaklah diberikan oleh orang kaya kepada orang miskin.”
Tujuan sifat dermawan
dalam ajaran islam, yang memiliki dasar sosiolistik menurut Tjokro adalah
sebagai berikut:
a. Akan membangunkan rasa ridla
mengorbankan diri dan rasa melebihkan keperluan umum dari pada keperluan diri
sendiri.
b. Akan membagi kekayaan sama-rata di
dalam dunia islam.
c. Untuk menuntun perasaan orang, supaya
tidak menganggap kemiskinan itu satu kehinaan, supaya orang anggap kemiskinan
itu lebih baik dari pada kejahatan.
Nabi yang memiliki
tugas sekaligus beban untuk “Wama
arsalnaka illa rahmatan lil’alamin” Atau menjadi rahmad bagi segala alam.
Perlu untuk menyadarkan sekalian manusia untuk mengesakan Tuhan dan
mempersatukan manusia. Karena islam sebagai agama yang dibawa nabi Muhammad
adalah agama Tauhid yang tidak berkasta.
Nabi Muhammad berkata
kepada musuh-musuh di mekkah setelah fathul makkah:
“Saya hendak bicara kepada kamu seperti yusuf telah bicara
kepada saudara-saudaranya; saya tidak akan marah kepada kamu hari ini. Tuhan
akan memberi ampun padamu, karena dia bersifat murah akan memberi ampun padamu,
karena dia bersifat murah dan asih. Pergilah kamu dengan bebasa.”
Perkataan-perkataan
nabi kita yang demikian ini menunjukkan cita-cita persaudaraan bersama dan
cita-cita kemerdekaan. Islam tidak mengenal hak kelahiran pertama-tama
(eerstgeboorte-recbt), maka tiap-tiap kekayaan seorang islam yang meninggalkan
dunia, di baginya menjadi beberapa bagian. Kekayaan itu tidak jatuh hanya
kepada seorang ahli waris saja, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi kepada
beberapa orang keluarga yang memiliki hubungan dengan orang yang mati (ilmu
Waris/faraid).
Dalam bukunya Tjokro juga mengali
beberapa contoh para penerus Nabi yang berperilaku sosialistik. Sayidina Ali
R.A misalnya, seorang pahlawan agama islam, yang seperti nabi Allah Isa,
seringkali mendoakan musuhnya sendiri, memberikan segala harta benda miliknya
kepada perbendaharaan negeri untuk keperluan orang banyak. Pada suatu hari ia
telah menunjukkan kemenangan yang telah diperolehnya diatas individualisme dengan perilaku yang
Nampak dimata orang banyak, ketika itu ia sedang berada ditengah peperangan
untuk keperluan rakyat, dan pedangnya hampir dipergunakannya memotong leher
salah seorang musuhnya, yaitu ketika simusuh ini menujukkan perbuatan yang
menghina kepada anak menantu nabi tersebut. tetapi Sayyidina Ali memasukkan pedangnya
di dalam rangkanya sambil berkata, bahwa tidak harus membalasi ia membalas di
atas kesalahan seorang-orang diri terhadap kepada dirinya sendiri. Nyatalah individualisme sama sekali tidak ada
pada sayidina Ali.
Sepeninggalnya Sayidina Ali, bangunan
dan bentuk socialist government
menjadi sangat berubah. Meskipun demikian, nabi kita Muhammad SAW telah menabur
dan menanam pelajaran dan menunjukkan contoh-contoh yang bersifat sosialisme,
sehingga ruh sosialisme yang sejati sudah tetap menjadi satu dengan ruhnya
bagian terbesar umat islam pada zaman itu. Meskipun bangunan dan bentuknya
government telah berubah semata-mata.
Tjokro juga menceritakan perilah Nabi
Muhammad saw yang mempunyai satu taman (kebun) bernama fidak. Sepeninggal nabi
kita yang suci itu, puterinya Fatimah menuntut untuk mendapat taman itu menurut
hak turunan. Tetapi Kholifah membantah hak saidina Fatimah dengan alasan
bahwasannya nabi Muhammad tidak mempunyai kekayaan dengan hak bagi dirinya
sendiri, dan oleh karenanya maka segala sesuatu yang ditinggalkan olehnya harus
menjadi kepunyaan orang banyak. Begitu taman (kebun) tersebut akhirnya
dijadikan kepunyaan orang banyak hingga membuat sangat menyesal hati dan
kerugian bagi keturunan nabi kita yang suci.
Pemerintahan
Ketika nabi Muhammad saw melakukan
kewajiban menetapkan model governement buat negerinya, maka peraturan yang
dilakukannya adalah menurut garis-garis sosialistik yang sebenar-benarnya.
Tetapi peraturan ini mencapai kemajuan yang sepenuhnya dengan bantuan tangan
Sayidina Umar yang amat bijak.
Pemerintahan yang didirikan oleh
Sayidina Umar itu sungguh sebaik-baiknya kerajaan, yang boleh dicita-citakan
oleh siapapun. Tiap-tiap orang saling membantu dalam melakukan kewajibannya
menjadi penduduk negeri, suku-suku bangsa dijadikannya satu bangsa, dan
bangsa-bangsa dipersatukan. Bukan hanya sayidina umar sendiri yang menghapus
perbedaan warna kulit dan perbedaan bangsa, di dalam kehidupan masyarakat islam
di zaman yang belakangan berlaku cara-cara yang demikian.
Setelah jazirah arab jatuh di dalam
tangan orang islam, maka raja-raja yang memerintah dengan semaunya sendiri
segera lenyap disapu oleh angin topan demokrasi. Seluruh orang muslim diberi
tanggung jawab dalam masalah kebersamaan dan tiap-tiap orang menanggung beban
melindungi dan menolong penduduk negeri yang lemah dan miskin. Orang leluasa
memberi pendidikan disediakan tempat-tempat pondokan dengan makanan dan pakaian
bagi murid-murid. Semua tanah menjadi milik umum.
Sayidina Umar adalah pemerintahan yang
pertama-tama menyempurnakan peraturan penghasilan tanah. Segala tanah di ukur
dan diperiksa dengan teliti dan ditaksir harganya berdasarkan asas-asas
sosialis. Pada zaman hidupnya nabi kita, maka nabi kita yang suci itu
mengadakan satu peraturan pensiun, yang di berikan dari baitulmal kepada
janda-janda, anak-anak yang tidak mempunyai orang tua lagi, dan orang-orang
yang sudah begitu tua sehingga tidak lagi mampu mencari makan untuk dirinya
sendiri. Masih banyak pula peraturan-peraturan yang lainnya untuk memberi
pertolongan kepada orang-orang yang harus diberi pertolongan dengan memakai
asas-asas sosialistis.
Kebaikan sosialisme islam, adalah bahwa
sosialisme islam tidak merusak nafsu kerajinan orang dan tidak pula menggoda
niat orang untuk mencari kemajuan. Menjadi larangan dan menjadi pantangan jika
seseorang menjadi kaya lantaran merugikan atau memakan hasil pekerjaan orang
lain.
sosialisme dapat menyampaikan
maksudnya, oleh karena tiap-tiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, telah
menjadi cakap oleh sikap dan semangat untuk menerima asas-asas sosialis. Dasar
sosialisme islam adalah agama. Sosialisme islam zaman dulu dapat menyampaikan
maksudnya, karena sebelum sesuatu negeri mendirikan gouvernement secara
sosialistis, lebih dulu sudah ditanamkan pada tiap-tiap anggota masyarakat
negeri untuk membuang sifat egoism dan nafsu mengejar keperluan sendiri.
sungguh sudah amat kuat akar-akar
sosialisme yang di tanam oleh pengubah sosial besar di negeri arab, nabi
Muhammad saw, sungguh ajaib besarnya kemajuan-kemajuan yang dilakukan oleh
republic sosialis dalam zaman pemerintahan khalifah sayidina umar r.a. akan
tetapi sosialisme islam ini tidak dapat
melanjutkan dan menyempurnakan kemajuannya. Kemajuan ini kira-kira baru berumur
30 tahun, lantaran oleh godaan perkara-perkara dunia rasa pan-islamisme yang
ada di dalam hati umat islam menjadi berkurang tebalnya, dan didalam pergaulan
hidup islam timbulah satu letupan yang hebat sehingga sosialisme tidak
bertambah majunya, tetapi terbaliklah menjadi anarkisme yang jahat (kelam-kabut
tanpa peraturan dan tak berkekuasaan).
Sebagaimana kita mengetahui dari
berbagai riwayat, ketika sayidina Ali naik menjadi khalifah, tidak semua dunia
islam mengakuinya, tetapi wilayah syiria yang dipimpin oleh muawiyah, melakukan
pemberontakan dengan mengangkat dirinya menjadi khalifah, bergelar “sultan”.
Muawiyah menunjukkan sikap yang
sebaliknya, langkah langkah politik dan bentuk pemerintahannya bersifat despotis
(berbuat dengan semau-maunya sendiri), sama sekali bertentangan dengan
asas-asas islam, dan banyak mendekati sikap raja-raja di Persia dan Griekenland pada zaman itu, yang sangat
menyukai keindahan kemewahan dan kebesaran lahiriyah. Hal itulah yang terutama
sekali mempercepat rusaknya sosialime islam, yang kira-kira baru berumur 30
tahun.
Agama dan sosialisme
Menurut nabi Muhammad SAW, beragama
adalah menyenangkan hati sesama manusia, memberi makan pada orang yang lapar,
menolong orang yang susah, meringankan kesedihan orang yang berduka cita, dan
menghindari barang atau benda yang diperoleh dengan membuat kesusahan orang
lain. Sosialisme bertujuan hendak mencapai keselamatan yang sejati bagi segenap
peri-kemanusiaan.
Hidup manusia yang sebenarnya adalah untuk
mengenal dan berbakti pada tuhan dan sama sekali bertakluk tunduk kepada
kemauan tuhan. Sepanjang kehendak agama islam, sedikitnya ada satu perkara yang
nyata, yaitu bahwa sesungguhnya bagi manusia tidak ada pilihan dalam menetapkan
maksud dan tujuan hidupnya di dunia ini. Manusia datang kedunia dan
meninggalkan dunia tidak dengan kehendaknya dan pengharapannya sendiri. Ia
adalah suatu makhluk dan tuhanlah yang menjadikan dia dengan dilengkapi sifat
dan kekuasaan yang lebih tinggi dan lebih indah dari pada binatang dan makhluk
yang lainnya,
Kemudian diakir bukunya Tjokro berpesan
kepada umat muslim secara keseluruhan, untuk terus menjaga diri dalam
menghadapi berbagai masalah yang akan terus mendera. Ia juga berpesan untuk
terus memegang teguh ajaran islam serta menjalankan dengan iklas seluruh
perintah dan meniggalkan seluruh larangan. Ia juga percaya kelak islam akan
menjadi “pesawat penolong” peradaban manusia
Review
Tahun 1924 di Mataram, HOS
Tjokroaminoto yang kemudian kita kenal sebagai salah seorang pendiri dan
sekaligus ketua Sarekat Islam (SI) menulis buku “Islam dan Sosialisme”. Buku
tersebut ditulis oleh Tjokro, disamping karena terjadi pemilihan-pemilihan
ideologi bangsa, juga lantaran pada waktu itu paham ideologi yang digagas oleh
para tokoh dunia adalah banyak dan beragam, diantara sosialisme, islamisme, kapitalisme
dan liberalism.
HOS Tjokroaminoto sebagai intelektual islam, ingin menjawab tantanga
ideology besar dunia itu terutama Sosialisme yang lebih mendapat tempat di hati
rakyat Indonesia. Mereka menganggap sosialisme punya misi kuat untuk
kepentingan rakyat, terutama kaum buruh, petani dan kelas pekerja lainnya.
Karena itu melalui bukunya, ia menawarkan gagasan sosialisme
islam. “Islam dan Sosialisme” sendiri memuat beberapa pembahasan. Pembahasan
menyangkut kaitan sosialisme dengan Islam, kehidupan bangsa Arab pra Islam
(sebelum Nabi), misi Nabi Muhammad yang bersifat sosialis, sikap sosialis
sahabat-sahabat Muhammad. Prototipe sosialisme ala Islam, imperialisme muslim,
agama dan sosialisme, pengelolaan pemerintahan secara sosialis juga menjadi
pembahasan dari buku tersebut.
Yang menarik dari buku ini, adalah cara Tjokro untuk keluar
dari ideology mainstream, dan mencoba melakukan anti thesis terhadap ideology
yang ada. Sosialisme yang pada akhirnya ingin dia kembalikan pada rule agama
sebagai pondasi kehidupan. Ia mencoba mengabungkan ideologi yang berdasarkan
pada Sosialisme dan Islam. Dalam pemaparanya dibuku ini, dia mencoba untuk
memunculkan diskursus baru dalam diskusi tentang ideologi-ideologi. Selain itu
sikpanya yang tegas untuk menolak ideologi dalam bentuk apapun kecuali
“sosialisme islam” patut diapresiasi, dalam buku ini ia jelaskan beberapa
argument untuk memperkuat pendapatnya itu. Selain itu, dalam beberapa hal
bagian ia ingin menyampaikan pada masyarakat, terutama Serikat islam, sebagai
organisasi yang dipimpinya untuk tegas dan menjalankan islam secara menyeluruh.
Namun ada beberapa catatan, yang mungkin saya kurang setujui
dalam buku ini. Pertama dalam
penyebutan Sosialisme Islam sebagai sebuah istilah ideologi, saya pikir istilah
ini terlalu berlebihan dan memaksakan, karena tanpa embel-embel “sosialisme”
ataupun “isme” yang lain islem tetap seperti
itu, islam akan selalu berpatokan pada ajaran Nabi Muhammad. Islam itu
sudah sangat sempurna dalam kondisi apapun, “Islam sholiqun likulli zaman wa
makan”. Kedua dalam penafsiran-penafsiran
dalil-dalil Al-Qur’an atau hadits, saya pikir Tjokro tidak mencoba mengali
secara luas dan mendalam, banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang belum dicantumkan dan
banyak pula hadits yang tidak dimasukan dalam pembahasan buku ini.
Namun secara keseluruhan isi buku ini mencerminkan kepedulian
Tjokro yang sangat besar terhadap kebangsaanpada waktu itu, sekaligus menandakan
semanagat luar biasa Tjokro dalam upaya pembebasan melawan penjajah.
Untuk kepentingan diskusi lebih lanjut, perlu kiranya kita
untuk lebih jauh membahas, “Konsepsi islam seperti apa? yang bisa secara menyeluruh
dapat menyentuh seluruh umat manusia dalam naungan “Rahmatan lil alamin”. Atau
lebih jauh perlu juga untuk diteliti secara medalam tantangan Islam sebagai
sebuah agama yang sempurna untuk menghadapi zaman yang sudah “edan” seperti
ini.
Posting Komentar