-->

Islam dan Sosialisme (H.O.S Tjokroaminoto) - Resume Buku




Islam dan Sosialisme (H.O.S Tjokroaminoto)

Sosialisme Islam
Kata “sosialisme” berasal dari Bahasa latin “socius”, atau yang dalam Bahasa belanda: maker, bahasa melayu: teman, bahasa jawa: kita, dan bahasa arab: sahabat. Sehingga dapat dirumuskan paham sosialisme adalah paham yang memiliki penekanan dalam “pertemanan” dan “persaudaraan”.
Sosialisme memiliki prinsip “Satu buat semua dan semua buat satu”, sebuah paradigma tentang kebersamaan. Sehingga seluruh angota masyarakat memiliki tangung jawab yang sama untuk mewujudkan “persaudaraan” dalam bentuk apapun.
Dengan mengutip ayat yang berbunyi “Kaanan Nasu Ummatan Wahidan” yang artinya seluruh umat manusia itu bersaudara/bersatu Tjokro memandang Al-Qur’an memiliki dasar yang kuat akan ideologi sosialisme. Dalam kaitanya dengan Sosialisme Islam. Islam yang berasal dari kata aslama, salima, salmi dan sulami oleh Tjokro dimaknai sebagai, ketaatan penuh pada Allah, kepada utusan-Nya dan kepada pemimpin, untuk secara bersama-sama membangun kebersamaan, kerukunan demi kebahagiaan dunia dan akhirat
Nabi Muhammad saw sebagai contoh terbaik dalam pergaulan hidup bermasyarakat (sociale hervormer), Dalam menjalani dan mengemban misi kenabian, tidak pernah sekalipun melupakan asas-asas demokratis tentang persamaan dan persaudaraan, demikian juga dengan asas-asas sosialisme. Nabi Muhammad mengajarkan perilaku ekonomi dengan asas-asas yang bersifat sosialistik. Al-Quran berulang-ulang menyatakan, bahwa memberi sedekah itu bukan hanya bersifat kebajikan, tetapi merupakan satu kewajiban yang tegas dan tak boleh dilalaikannya. Sabda nabi yang dalam padangan Tjokro sangat sosialistik:
“Sedekah makhluk tuhan adalah tuhan ampunya keluarga dan ialah yang sangat berbakti (percaya) kepada tuhan, yaitu barang siapa berusaha berbuat sebanyak-banyaknya kepada makhluk tuhan. Memberi sedekah adalah satu kewajiban bagi kamu. Sedekah hendaklah diberikan oleh orang kaya kepada orang miskin.”
Tujuan sifat dermawan dalam ajaran islam, yang memiliki dasar sosiolistik menurut Tjokro adalah sebagai berikut:
a.      Akan membangunkan rasa ridla mengorbankan diri dan rasa melebihkan keperluan umum dari pada keperluan diri sendiri.
b.      Akan membagi kekayaan sama-rata di dalam dunia islam.
c.      Untuk menuntun perasaan orang, supaya tidak menganggap kemiskinan itu satu kehinaan, supaya orang anggap kemiskinan itu lebih baik dari pada kejahatan.
Nabi yang memiliki tugas sekaligus beban untuk “Wama arsalnaka illa rahmatan lil’alamin” Atau menjadi rahmad bagi segala alam. Perlu untuk menyadarkan sekalian manusia untuk mengesakan Tuhan dan mempersatukan manusia. Karena islam sebagai agama yang dibawa nabi Muhammad adalah agama Tauhid yang tidak berkasta.
Nabi Muhammad berkata kepada musuh-musuh di mekkah setelah fathul makkah:
“Saya hendak bicara kepada kamu seperti yusuf telah bicara kepada saudara-saudaranya; saya tidak akan marah kepada kamu hari ini. Tuhan akan memberi ampun padamu, karena dia bersifat murah akan memberi ampun padamu, karena dia bersifat murah dan asih. Pergilah kamu dengan bebasa.”
Perkataan-perkataan nabi kita yang demikian ini menunjukkan cita-cita persaudaraan bersama dan cita-cita kemerdekaan. Islam tidak mengenal hak kelahiran pertama-tama (eerstgeboorte-recbt), maka tiap-tiap kekayaan seorang islam yang meninggalkan dunia, di baginya menjadi beberapa bagian. Kekayaan itu tidak jatuh hanya kepada seorang ahli waris saja, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi kepada beberapa orang keluarga yang memiliki hubungan dengan orang yang mati (ilmu Waris/faraid).

Dalam bukunya Tjokro juga mengali beberapa contoh para penerus Nabi yang berperilaku sosialistik. Sayidina Ali R.A misalnya, seorang pahlawan agama islam, yang seperti nabi Allah Isa, seringkali mendoakan musuhnya sendiri, memberikan segala harta benda miliknya kepada perbendaharaan negeri untuk keperluan orang banyak. Pada suatu hari ia telah menunjukkan kemenangan yang telah diperolehnya diatas individualisme dengan perilaku yang Nampak dimata orang banyak, ketika itu ia sedang berada ditengah peperangan untuk keperluan rakyat, dan pedangnya hampir dipergunakannya memotong leher salah seorang musuhnya, yaitu ketika simusuh ini menujukkan perbuatan yang menghina kepada anak menantu nabi tersebut. tetapi Sayyidina Ali memasukkan pedangnya di dalam rangkanya sambil berkata, bahwa tidak harus membalasi ia membalas di atas kesalahan seorang-orang diri terhadap kepada dirinya sendiri. Nyatalah individualisme sama sekali tidak ada pada sayidina Ali.
Sepeninggalnya Sayidina Ali, bangunan dan bentuk socialist government menjadi sangat berubah. Meskipun demikian, nabi kita Muhammad SAW telah menabur dan menanam pelajaran dan menunjukkan contoh-contoh yang bersifat sosialisme, sehingga ruh sosialisme yang sejati sudah tetap menjadi satu dengan ruhnya bagian terbesar umat islam pada zaman itu. Meskipun bangunan dan bentuknya government telah berubah semata-mata.
Tjokro juga menceritakan perilah Nabi Muhammad saw yang mempunyai satu taman (kebun) bernama fidak. Sepeninggal nabi kita yang suci itu, puterinya Fatimah menuntut untuk mendapat taman itu menurut hak turunan. Tetapi Kholifah membantah hak saidina Fatimah dengan alasan bahwasannya nabi Muhammad tidak mempunyai kekayaan dengan hak bagi dirinya sendiri, dan oleh karenanya maka segala sesuatu yang ditinggalkan olehnya harus menjadi kepunyaan orang banyak. Begitu taman (kebun) tersebut akhirnya dijadikan kepunyaan orang banyak hingga membuat sangat menyesal hati dan kerugian bagi keturunan nabi kita yang suci.

Pemerintahan
Ketika nabi Muhammad saw melakukan kewajiban menetapkan model governement buat negerinya, maka peraturan yang dilakukannya adalah menurut garis-garis sosialistik yang sebenar-benarnya. Tetapi peraturan ini mencapai kemajuan yang sepenuhnya dengan bantuan tangan Sayidina Umar yang amat bijak.
Pemerintahan yang didirikan oleh Sayidina Umar itu sungguh sebaik-baiknya kerajaan, yang boleh dicita-citakan oleh siapapun. Tiap-tiap orang saling membantu dalam melakukan kewajibannya menjadi penduduk negeri, suku-suku bangsa dijadikannya satu bangsa, dan bangsa-bangsa dipersatukan. Bukan hanya sayidina umar sendiri yang menghapus perbedaan warna kulit dan perbedaan bangsa, di dalam kehidupan masyarakat islam di zaman yang belakangan berlaku cara-cara yang demikian.
Setelah jazirah arab jatuh di dalam tangan orang islam, maka raja-raja yang memerintah dengan semaunya sendiri segera lenyap disapu oleh angin topan demokrasi. Seluruh orang muslim diberi tanggung jawab dalam masalah kebersamaan dan tiap-tiap orang menanggung beban melindungi dan menolong penduduk negeri yang lemah dan miskin. Orang leluasa memberi pendidikan disediakan tempat-tempat pondokan dengan makanan dan pakaian bagi murid-murid. Semua tanah menjadi milik umum.
Sayidina Umar adalah pemerintahan yang pertama-tama menyempurnakan peraturan penghasilan tanah. Segala tanah di ukur dan diperiksa dengan teliti dan ditaksir harganya berdasarkan asas-asas sosialis. Pada zaman hidupnya nabi kita, maka nabi kita yang suci itu mengadakan satu peraturan pensiun, yang di berikan dari baitulmal kepada janda-janda, anak-anak yang tidak mempunyai orang tua lagi, dan orang-orang yang sudah begitu tua sehingga tidak lagi mampu mencari makan untuk dirinya sendiri. Masih banyak pula peraturan-peraturan yang lainnya untuk memberi pertolongan kepada orang-orang yang harus diberi pertolongan dengan memakai asas-asas sosialistis.
Kebaikan sosialisme islam, adalah bahwa sosialisme islam tidak merusak nafsu kerajinan orang dan tidak pula menggoda niat orang untuk mencari kemajuan. Menjadi larangan dan menjadi pantangan jika seseorang menjadi kaya lantaran merugikan atau memakan hasil pekerjaan orang lain.
sosialisme dapat menyampaikan maksudnya, oleh karena tiap-tiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, telah menjadi cakap oleh sikap dan semangat untuk menerima asas-asas sosialis. Dasar sosialisme islam adalah agama. Sosialisme islam zaman dulu dapat menyampaikan maksudnya, karena sebelum sesuatu negeri mendirikan gouvernement secara sosialistis, lebih dulu sudah ditanamkan pada tiap-tiap anggota masyarakat negeri untuk membuang sifat egoism dan nafsu mengejar keperluan sendiri. 
sungguh sudah amat kuat akar-akar sosialisme yang di tanam oleh pengubah sosial besar di negeri arab, nabi Muhammad saw, sungguh ajaib besarnya kemajuan-kemajuan yang dilakukan oleh republic sosialis dalam zaman pemerintahan khalifah sayidina umar r.a. akan tetapi sosialisme  islam ini tidak dapat melanjutkan dan menyempurnakan kemajuannya. Kemajuan ini kira-kira baru berumur 30 tahun, lantaran oleh godaan perkara-perkara dunia rasa pan-islamisme yang ada di dalam hati umat islam menjadi berkurang tebalnya, dan didalam pergaulan hidup islam timbulah satu letupan yang hebat sehingga sosialisme tidak bertambah majunya, tetapi terbaliklah menjadi anarkisme yang jahat (kelam-kabut tanpa peraturan dan tak berkekuasaan).
Sebagaimana kita mengetahui dari berbagai riwayat, ketika sayidina Ali naik menjadi khalifah, tidak semua dunia islam mengakuinya, tetapi wilayah syiria yang dipimpin oleh muawiyah, melakukan pemberontakan dengan mengangkat dirinya menjadi khalifah, bergelar “sultan”.
Muawiyah menunjukkan sikap yang sebaliknya, langkah langkah politik dan bentuk pemerintahannya bersifat despotis (berbuat dengan semau-maunya sendiri), sama sekali bertentangan dengan asas-asas islam, dan banyak mendekati sikap raja-raja di Persia dan Griekenland pada zaman itu, yang sangat menyukai keindahan kemewahan dan kebesaran lahiriyah. Hal itulah yang terutama sekali mempercepat rusaknya sosialime islam, yang kira-kira baru berumur 30 tahun.

Agama dan sosialisme
Menurut nabi Muhammad SAW, beragama adalah menyenangkan hati sesama manusia, memberi makan pada orang yang lapar, menolong orang yang susah, meringankan kesedihan orang yang berduka cita, dan menghindari barang atau benda yang diperoleh dengan membuat kesusahan orang lain. Sosialisme bertujuan hendak mencapai keselamatan yang sejati bagi segenap peri-kemanusiaan.
Hidup manusia yang sebenarnya adalah untuk mengenal dan berbakti pada tuhan dan sama sekali bertakluk tunduk kepada kemauan tuhan. Sepanjang kehendak agama islam, sedikitnya ada satu perkara yang nyata, yaitu bahwa sesungguhnya bagi manusia tidak ada pilihan dalam menetapkan maksud dan tujuan hidupnya di dunia ini. Manusia datang kedunia dan meninggalkan dunia tidak dengan kehendaknya dan pengharapannya sendiri. Ia adalah suatu makhluk dan tuhanlah yang menjadikan dia dengan dilengkapi sifat dan kekuasaan yang lebih tinggi dan lebih indah dari pada binatang dan makhluk yang lainnya,
Kemudian diakir bukunya Tjokro berpesan kepada umat muslim secara keseluruhan, untuk terus menjaga diri dalam menghadapi berbagai masalah yang akan terus mendera. Ia juga berpesan untuk terus memegang teguh ajaran islam serta menjalankan dengan iklas seluruh perintah dan meniggalkan seluruh larangan. Ia juga percaya kelak islam akan menjadi “pesawat penolong” peradaban manusia



Review
Tahun 1924 di Mataram, HOS Tjokroaminoto yang kemudian kita kenal sebagai salah seorang pendiri dan sekaligus ketua Sarekat Islam (SI) menulis buku “Islam dan Sosialisme”. Buku tersebut ditulis oleh Tjokro, disamping karena terjadi pemilihan-pemilihan ideologi bangsa, juga lantaran pada waktu itu paham ideologi yang digagas oleh para tokoh dunia adalah banyak dan beragam, diantara sosialisme, islamisme, kapitalisme dan liberalism.
HOS Tjokroaminoto sebagai intelektual islam, ingin menjawab tantanga ideology besar dunia itu terutama Sosialisme yang lebih mendapat tempat di hati rakyat Indonesia. Mereka menganggap sosialisme punya misi kuat untuk kepentingan rakyat, terutama kaum buruh, petani dan kelas pekerja lainnya.
Karena itu melalui bukunya, ia menawarkan gagasan sosialisme islam. “Islam dan Sosialisme” sendiri memuat beberapa pembahasan. Pembahasan menyangkut kaitan sosialisme dengan Islam, kehidupan bangsa Arab pra Islam (sebelum Nabi), misi Nabi Muhammad yang bersifat sosialis, sikap sosialis sahabat-sahabat Muhammad. Prototipe sosialisme ala Islam, imperialisme muslim, agama dan sosialisme, pengelolaan pemerintahan secara sosialis juga menjadi pembahasan dari buku tersebut.
Yang menarik dari buku ini, adalah cara Tjokro untuk keluar dari ideology mainstream, dan mencoba melakukan anti thesis terhadap ideology yang ada. Sosialisme yang pada akhirnya ingin dia kembalikan pada rule agama sebagai pondasi kehidupan. Ia mencoba mengabungkan ideologi yang berdasarkan pada Sosialisme dan Islam. Dalam pemaparanya dibuku ini, dia mencoba untuk memunculkan diskursus baru dalam diskusi tentang ideologi-ideologi. Selain itu sikpanya yang tegas untuk menolak ideologi dalam bentuk apapun kecuali “sosialisme islam” patut diapresiasi, dalam buku ini ia jelaskan beberapa argument untuk memperkuat pendapatnya itu. Selain itu, dalam beberapa hal bagian ia ingin menyampaikan pada masyarakat, terutama Serikat islam, sebagai organisasi yang dipimpinya untuk tegas dan menjalankan islam secara menyeluruh.
Namun ada beberapa catatan, yang mungkin saya kurang setujui dalam buku ini. Pertama dalam penyebutan Sosialisme Islam sebagai sebuah istilah ideologi, saya pikir istilah ini terlalu berlebihan dan memaksakan, karena tanpa embel-embel “sosialisme” ataupun “isme” yang lain islem tetap seperti  itu, islam akan selalu berpatokan pada ajaran Nabi Muhammad. Islam itu sudah sangat sempurna dalam kondisi apapun, “Islam sholiqun likulli zaman wa makan”. Kedua dalam penafsiran-penafsiran dalil-dalil Al-Qur’an atau hadits, saya pikir Tjokro tidak mencoba mengali secara luas dan mendalam, banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang belum dicantumkan dan banyak pula hadits yang tidak dimasukan dalam pembahasan buku ini.
Namun secara keseluruhan isi buku ini mencerminkan kepedulian Tjokro yang sangat besar terhadap kebangsaanpada waktu itu, sekaligus menandakan semanagat luar biasa Tjokro dalam upaya pembebasan melawan penjajah.
Untuk kepentingan diskusi lebih lanjut, perlu kiranya kita untuk lebih jauh membahas, “Konsepsi islam seperti apa? yang bisa secara menyeluruh dapat menyentuh seluruh umat manusia dalam naungan “Rahmatan lil alamin”. Atau lebih jauh perlu juga untuk diteliti secara medalam tantangan Islam sebagai sebuah agama yang sempurna untuk menghadapi zaman yang sudah “edan” seperti ini.