-->

Hakikat Asas Hukum Islam

14 minute read

Hakikat Asas Hukum Islam


Artikel Ini adalah bentuk resume atau bisa juga dikatakan tugas yang diberikan pada mata kuliah Filsafat Islam, dalam kasus ini, disini saya akan membedah secara komprehensif mengenai Hakikat Asas-Asas Hukum islam.
A.  Latar Belakang
Setiap rumah pasti memiliki pndasi agar rumah itu tetpa bias berdiri dan disebut rumah, namun jika pndasi rumah tersebut runtuh ataupun rusak, niscaya rumah tersebut tidak bias disebut rumah yang sempurna lagi.
Hukum islam dan juga hukum hukum lainya dapat dikatakan seperti rumah, semua aspek harus saling mendukung agar hukum tersebut dapat terus memenuhi maksut adanya. Setiap bangunan rumah “hukum” mestinya memiliki tiang atau pndasi untuk menjaga eksistensi hukum tersebut.
Pndasi dalam hukum islam terletak pada asas-asasnya, asas inilah yang merupakan kekuatan suatu hukum, sukar mudahnya, hidup matinya, dapat diterima atau ditlak masyarakat tergantung kepada asas dan tiang pkknya,[1]
Asas dapat dimaknai sebagai prinsip, bias juga dimaknai sebagai dasar pelatakan,[2] sebagai prinsip memiliki maksut peraturan-peraturan yang muncul yang merupakan prduk hukum dari suatu system tersebut, tidaklah bleh terlepas dari prinsip atau asas-asas dasarnya. Sebagai dasar peletakan memiliki makna yang hamper sama dengan asas sebagai prinsip, namun sebagai dasar peletakan lebih menekankan pada penspesifikasian bahwa prduk hukum tidak bleh samasekali meninggalkan atu bertentangan dengan asas yang sudah dibangun sejak awal.
Tak berbeda dengan hukum kebanyakan hukum islam juga memiliki asas-asas sebagi pndasi dalam membuat prduk-prduk hukum. Asas-asas dalam hukum islam semuanya sudah termuat dalam Al-qur’an dan As-Sunnah. Mulai dari asas-asas dalam beribadah, muamalah ataupun munakahat. Sehingga sudah barang tentu, mempelajari asas-asas hukum sangatlah penting untuk mendalami hukum islam.

A.  Pengertian Asas hukum islam
Asas adalah suatu kebenaran yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat. Selain itu, juga berarti alas atau landasan.[3] Sehingga dapat dikatakan asas berarti bukti untuk menguatkan suatu keterangan. Oleh karena itu, bila kata asas dihubungkan dengan kata hukum sehingga menjadi asas hukum berarti kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan dalam mengemukakan suatu argumentasi, terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum. Hal ini berfungsi sebagai rujukan untuk mengembalikan segala masalah yang berkenaan dengan hukum.
Asas hukum islam berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah nabi Muhammad SAW baik yang bersifat rinci maupun yang bersifat umum. Sifat asas hukum yang disebutkan terakhir itu dikembangkan oleh akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk itu.

B.  Pembagian Asas Hukum Islam
Dalam menjelaskan asas hukum islam kami mencba membaginya menjadi bebrapa bagian, antara lain:
1.    Asas umum
Asas umum hukum islam adalah asas hukum yang meliputi semua bidang dan lapangan hukum islam.[4] Sehingga yang disebut asas umum ini berlaku untuk semua prduk hukum islam.

a.    Asas Keadilan
Keadailan mengandung unsur penilaian atau pertimbangan, yang karena itu sering dilambangkan dengan neraca keadilan. Dapat dikatakan bahwa keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap rang harus menerima bagian yang sama pula.[5]
 Asas keadilan merupakan asas yang sangat penting dalam menjamin terpenuhinya tujuan-tujuan hukum islam. Demikian pentingnya, didalam Al Qur’an kedudukan dan fungsi kata keadilan disebut lebih dari 1000 kali, terbanyak setelah perkataan Allah dan ilmu pengetahuan. Banyak ayat yang menyuruh manusia berlaku adil dan menegakkan keadilan. Dalam surat shad ayat 26 Allah SWT berfirman:
يَٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلۡنَٰكَ خَلِيفَةٗ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱحۡكُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ ٱلۡهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ لَهُمۡ عَذَابٞ شَدِيدُۢ بِمَا نَسُواْ يَوۡمَ ٱلۡحِسَابِ ٢٦
Artinya: “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”
Dalam ayat diatas, Allah memerintahkan khlifah dibumi, yang mana itu adalah kita semua, dalam menegakkan hukum dan menyelenggarakan hukum  harus sebaik-baiknya serta berlaku adil terhadap semua manusia. Dalam surat yang lain Allah kembali lagi mengingatkan kepada kita dalam meneggakkan hukum-hukum Allahm harus seadil-adilnya, kendatipun ada tekanan, ancaman atau rayuan dalam apapun juga. Didalam ayat itu juga diingatkan penegak hukum agar kebenciannya terhadap seseorang atau sesuatu golongan tidak menyebabkan ia tidak berlaku adil dalam penyelenggaraan hukum, dalam artian kita harus byektif dakam memandang sesuatu itu. Hal ini terdapat dalam firmanya surat al maidah ayat 8
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَ‍َٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ٨
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
b.   Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum, antara lain disebut secara umum dalam kalimat terakhir surat bani israil ayat 15 yang artinya

“…. Dan tidaklah kami menjatuhkan hukuman, kecuali setelah kami mengutus seorang rasul untuk menjelaskan aturan dan ancaman hukuman itu….”. selanjutnya dalam surat al maidah ayat 95
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَقۡتُلُواْ ٱلصَّيۡدَ وَأَنتُمۡ حُرُمٞۚ وَمَن قَتَلَهُۥ مِنكُم مُّتَعَمِّدٗا فَجَزَآءٞ مِّثۡلُ مَا قَتَلَ مِنَ ٱلنَّعَمِ يَحۡكُمُ بِهِۦ ذَوَا عَدۡلٖ مِّنكُمۡ هَدۡيَۢا بَٰلِغَ ٱلۡكَعۡبَةِ أَوۡ كَفَّٰرَةٞ طَعَامُ مَسَٰكِينَ أَوۡ عَدۡلُ ذَٰلِكَ صِيَامٗا لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمۡرِهِۦۗ عَفَا ٱللَّهُ عَمَّا سَلَفَۚ وَمَنۡ عَادَ فَيَنتَقِمُ ٱللَّهُ مِنۡهُۚ وَٱللَّهُ عَزِيزٞ ذُو ٱنتِقَامٍ ٩٥
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka´bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa”
Dari dua surat diatas, terdapat penegasan ilahi yang menyatakan bahwa Allah memaafkan apa yang terjadi di masa lalu. Dari kedua bagian ayat-ayat tersebut disimpulkan asas kepastian hukum yang menyatakan bahwa tidak ada satupun perbuatan pun dapat dihukum kecuali atas kekuatan ketentuan hukum atau perundang-undangan yang ada dan berlaku untuk perbuatan itu.asas ini sangat penting dalam ajaran hukum islam.[6]
c.    Asas Kemanfaatan
Asas kemanfaatan adalah asas yang menyertai asas keadilan dan asas kepastian hukum. Dalam melaksanakan asas keadilan dan kepastian hukum seyogiannya dipertimbangkan asas kemanfaatanya, baik kepada yang bersangkutan sendiri maupun kepada kepentingan masyarakat. Dalam menerapkan ancaman hukuman mati kepada seseorang yang telah melakukan pembunuhan, misalnya, dapat dipertimbangkan kemanfaatan penjatuhan hukuman kepada terdakwa sendiri dan masyarakat. Kalau hukuman mati yang akan dijatuhkan lebih bermanfaat kepada kepentingan masyarakat, hukuman itulah yang dijatuhkan. asas dimaksud, diantaranya disebut firman al baqoroh ayat 178.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِصَاصُ فِي ٱلۡقَتۡلَىۖ ٱلۡحُرُّ بِٱلۡحُرِّ وَٱلۡعَبۡدُ بِٱلۡعَبۡدِ وَٱلۡأُنثَىٰ بِٱلۡأُنثَىٰۚ فَمَنۡ عُفِيَ لَهُۥ مِنۡ أَخِيهِ شَيۡءٞ فَٱتِّبَاعُۢ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَأَدَآءٌ إِلَيۡهِ بِإِحۡسَٰنٖۗ ذَٰلِكَ تَخۡفِيفٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَرَحۡمَةٞۗ فَمَنِ ٱعۡتَدَىٰ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٞ ١٧٨
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”

2.    Asas hukum pidana
Asas hukum pidana islam adalah asas-asas hukum yang mendasari pelaksanaan hukum pidana islam, diantaranya sebagai berikut.
a.    Asas legalitas
Asas legalitas adalah asas yang menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran dan tidak ada hukuman sebelum ada undang- undang yang mengaturnya. Asas ini berdasarkan al qur’an surat Al- israa’ ayat 15
مَّنِ ٱهۡتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهۡتَدِي لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيۡهَاۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٞ وِزۡرَ أُخۡرَىٰۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبۡعَثَ رَسُولٗا ١٥
Artinya: “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul”
Kedua ayat itu berasaskan bahwa al qur’an diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad saw. Supaya menjadi peringatan (dalam bentuk aturan dan ancaman hukuman ) kepadamu. Asas legalitas ini telah ada dalam hukum islam sejak al qur’an diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW.
b.   Asas Larangan Memindahkan Kesalahan Kepada Orang Lain
Asas ini adalah asas yang menyatakan bahwa setiap perbuatan manusia, baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang jahat akan mendapatkan imbalan yang setimpal. Asas ini terdapat dalam berbagai surah dan ayat didalam al-qur’an. Sebagai contoh pada ayat 38 surah Al Muddatsir
 كُلُّ نَفۡسِۢ بِمَا كَسَبَتۡ رَهِينَةٌ ٣٨
Artinya: “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”
Dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa setiap orang terikat kepada apa yang dia kerjakan, dan setiap orang tidak akan memikul dosa atau kesalahan yang dibuat oleh orang lain.
c.    Asas Praduga Tak Bersalah
Asas praduga tak bersalah adalah asas yang mendasari bahwa seseorang yang dituduh melakukan suatu kejahatan harus dianggap tidak bersalah sebelum hakim dengan bukti-bukti yang menyakinkan menyatakan dengan tegas kesalahannya. Asas ini diambil dari ayat Al Qur’an yang menjadi sumber asas legalitas dan asas larangan memindahkan kesalahan orang lain yang telah disebutkan.
3      Asas hukum perdata
Asas hukum perdata islam adalah asas-asas hukum yang mendasar pelaksanaan hukum perdata islam, diantaranya : Asas kekeluargaan, asas kebolehan, asas kebajikan, asas kemaslhatan hidup, asas kebebasan dan kesukarelaan, asas menolah mudhorot, mengambil manfaat, asas adil dan berimbang, asas mendahulukan kewajiban dan hak, asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain, asas kemampuan berbuat, asas kebebasan berusaha, asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa, asas perlindungan hak, asas hak milik berfungsi sosial,pada benda atau harta, tidak pada tenaga atau pekerja, asas mengatur sebagai petunjuk, asas perjanjian tertulis atau diucapkan di depan saksi.
Asas-asas hukum bidang keperdataan islam yang telah disebutkan di atas hanya dijelaskan beberapa diantaranya sebagai berikut.
a.    Asas kekeluargaan
Asas keluargaan adalah asas hubungan hukum perdata yang disandarkan pada hormat-menghormati, kasih-mengasihi, serta tolong-menolong dalam mencapai kebaikan. Asas ini berdasarkan surah al- maidah ayat 2
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحِلُّواْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ وَلَا ٱلشَّهۡرَ ٱلۡحَرَامَ وَلَا ٱلۡهَدۡيَ وَلَا ٱلۡقَلَٰٓئِدَ وَلَآ ءَآمِّينَ ٱلۡبَيۡتَ ٱلۡحَرَامَ يَبۡتَغُونَ فَضۡلٗا مِّن رَّبِّهِمۡ وَرِضۡوَٰنٗاۚ وَإِذَا حَلَلۡتُمۡ فَٱصۡطَادُواْۚ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَ‍َٔانُ قَوۡمٍ أَن صَدُّوكُمۡ عَنِ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ أَن تَعۡتَدُواْۘ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٢
2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi´ar-syi´ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya

b.   Asas Kebolehan Atau Mubah
Asas kebolehan atau mubah adalah asas yang membolehkan melakukan semua kegiatan hubungan perdata sepanjang tidak ada larangan, baik di dalam al-qur’an maupun didalam hadist. Asas ini berdasarkan al-qur’an surah al baqarah ayat 185 dan 286.
شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ١٨٥
Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَعَلَيۡهَا مَا ٱكۡتَسَبَتۡۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرٗا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦۖ وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآۚ أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٢٨٦
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir"
c.    Asas Kemaslahatan Hidup
Asas kemaslahatan hidup adalah asas yang mendasari segala sesuatu pekerjaan yang mendatangkan kebaikan, berguna, bermanfaat kepada kehidupan pribadi manusia dan kehidupan sosial bermasyarakat.[7]
4      Asas- asas hukum perkawinan
Dalam ikatan perkawinan sebagai salah satu bentuk perjanjian suci antara seorang pria dan wanita, yang mempunyai segi-segi perdata, berlaku beberapa asas diantaranya adalah sebagai berikut.
1.    Asas kesukarelaan
Merupakan asas terpenting perkawinan islam. Kesukarelaan itu tidak hanya harus terdapat antara kedua calon suami istri, tetapi juga antara kedua orang tua kedua belah pihak. Kesukarelaan orang tua yang menjadi wali seorang wanita merupakan sendi asasi perkawinan islam.
2.    Asas persetujuan
Asas persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi logis asas pertama tadi. Ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan. Persetujuan seorang gadis untuk dinikahkan dengan seorang pemuda, misalnya harus diminta lebih dahulu oleh wali atau orang tuanya.
3.    Asas kebebasan memilih pasangan
Asas ini disebutkan juga di dalam sunnah nabi. Diceritakan oleh ibnu abbas bahwa pada suatu ketika seorang gadis bernama jariyah menghadap rasulullah dan menyatakan bahwa ia telah dikawinkan oleh ayahnya dengan seseorang yang tidak disukainya. Setelah mendengar pengaduan itu, nabi menegaskan bahwa jariyah dapat memilih untuk meneruskan perkawinan dengan orang yang disukainya itu atau meminta supaya perkawinannya dibatalkan untuk dapat memilih pasangan dan kawin dengan orang yang disukainya.
4.    Asas kemitraan suami-istri
Asas kemitraan suami istri dengan tugas dan fungsi yang berbeda karena perbedaan kodrat (sifat,asal dan pembawaan) disebut dalam al qur’an surat an-nisa ayat 34 dan surat al baqarah ayat 187.
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٞ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ وَٱلَّٰتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِي ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَكُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡهِنَّ سَبِيلًاۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيّٗا كَبِيرٗا ٣٤
34. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar
أُحِلَّ لَكُمۡ لَيۡلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمۡۚ هُنَّ لِبَاسٞ لَّكُمۡ وَأَنتُمۡ لِبَاسٞ لَّهُنَّۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمۡ كُنتُمۡ تَخۡتَانُونَ أَنفُسَكُمۡ فَتَابَ عَلَيۡكُمۡ وَعَفَا عَنكُمۡۖ فَٱلۡـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبۡتَغُواْ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ وَكُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلۡخَيۡطُ ٱلۡأَبۡيَضُ مِنَ ٱلۡخَيۡطِ ٱلۡأَسۡوَدِ مِنَ ٱلۡفَجۡرِۖ ثُمَّ أَتِمُّواْ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيۡلِۚ وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمۡ عَٰكِفُونَ فِي ٱلۡمَسَٰجِدِۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقۡرَبُوهَاۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَّقُونَ ١٨٧
187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri´tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa

Kemitraan ini menyebabkan kedudukan suami- istri dalam beberapa hal sama, dalam hal yang lain berbeda: sumai menjadi kepala keluarga, istri menjadi kepala dan penanggung jawab pengaturan rumah tangga.
5.      Asas untuk selama- lamanya
Asas ini menunjukkan bahwa perkawinan dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan dan membina cinta serta kasih sayang selama hidup karena asas ini pula maka perkawinan mut’ah yakni perkawinan sementara untuk bersenang-senang selama waktu tertentu saja, seperti yang terdapat dalam masyarakat arab jahiliyah dahulu dan beberapa waktu setelah islam, dilarang oleh nabi Muhammad.
6.      Asas monogami terbuka
Disimpulkan dalam surat an-nisa ayat 3 dan 129. Di dalam ayat 3 dinyatakan bahwa seorang muslim dibolehkan atau boleh beristri lebih seorang, asal memenuhi beberapa syarat tertentu, diantaranya adalah syarat mampu berlaku adil terhadap semua wanita yang menjadi istrinya. Dan dalam ayat 129 surat yang sama. Allah menyatakan bahwa manusia tidak mungkin berlaku adil terhadap istri-istrinya walaupun ia ingin berbuat demikian. Oleh karena ketidakmungkinan berlaku adil terhadap istri-istri itu maka Allah menegaskan bahwa seorang laki- laki lebih baik kawin dengan seorang wanita saja. Ini berarti bahwa beristi lebih dari seorang merupakan jalan darurat yang baru boleh dilalui oleh seorang laki- laki muslim kalau terjadi bahaya, antara lain, untuk menyelamatkan dirinya dari berbuat dosa, kalau istrinya misalnya tidak mampu memenuhi kewajibannya sebagai istri.
5        Asas asas hukum kewarisan
Asas hukum kewarisan islam dapat disalurkan dari al-qur’an dan hadist, seperti yang disebutkan sebagai berikut.
1.      Asas ijbari
Asas ijbari yang terdapat dalam hukum kewarisan islam mengandung arti bahwa peralihan harta seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa di gantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris.
2.      Asas bilateral
Asas ini berarti bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak yaitu pihak kerabat keturunan laki- laki dan dari pihak kerabat keturunan perempuan. Asas ini dapat dilihat dalam surat an-nisa ayat 7,11,12 dan 176.
3.      Asas individual
Asas ini menyatakan bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi pada masing- masing ahli waris untuk dimiliki secara perseorangan. Dalam pelaksanannya seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudian dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menerimanya menurut kadar dan bagian masing- masing.
4.      Asas keadilan yang berimbang
Asas ini mengandung arti bahwa harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara hak yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus ditunaikannya. Laki- laki dan perempuan misalnya, mendapat hak yang sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing- masing dalam kehidupan berkeluarga dan masyrakat.
5.      Asas yang menyatakan bahwa kewarisan ada kalau ada yang meninggal dunia ini berarti bahwa kewarisan semata-mata sebagai akibat kematian seseorang. Menurut ketentuan hukum kewarisan islam, peralihan harta seseorang kepada orang lain yang disebut dengan nama kewarisan, terjadi setelah orang yang mempunyai harta meninggal dunia.[8]

Demikian mungkin sedikit dari yang saya ketahui mengenai Asas-Asas dalam hukum islam,





[1]Prf. Dr. T.M. hasbi Ash-Shiddieqy, falsafah hukum islam, (Jakarta:bulan bintang, 1975) hal.73
[2] Prof.Dr.H. Zainuddin ali, M.A. hukum islam. (Jakarta: sinar grafika. 2006) hal 45
[3] Prof.Dr.H. Zainuddin ali, M.A. hukum islam. (Jakarta: sinar grafika. 2006) hal 45
[4] Prof.Dr.H. Zainuddin ali, M.A. hukum islam. (Jakarta: sinar grafika. 2006) hal 45
[5] Drs. C.S.T. Kansil S.H. pengantar ilmu hukum dan tata hukum indnesia, (Jakarta:Balai Pustaka,1989) hal 41
[6] Prof.H.Muhammad Daud Ali,S.H. Hukum islam ( Jakarta: PT.Raja grafindo persada. 1998) hal 117
[7] Prof.Dr.H. Zainuddin ali, M.A. hukum islam. (Jakarta: sinar grafika. 2006) hal. 47-48
[8] Prof.H.Muhammad Daud Ali,S.H. Hukum islam ( Jakarta: PT.Raja grafindo persada. 1998) hal. 126-130