Hukum Oral Sex dan Onani dengan Tangan Istri
Hukum Oral Sex dan Onani dengan Tangan Istri
Pertanyaan:
Dalam beberapa situs di internet ada perbedaan tentang oral sex (memasukan kemaluan ke mulut) dengan istri. Bagaimana oral sex menurut Muhammadiyah?
Bagaimana melakukan hubungan dengan istri saat menstruasi? Untuk
menjaga nafsu, meminta istri untuk onani kemaluan suami (dengan tangan
istri supaya puas)? Apakah diharamkan?
Purwanto, alamat e-mail purwantonamaku@gmail.com
(disidangkan pada hari Jum’at, 10 Muharram 1437 H / 23 Oktober 2015 M).
Hukum Oral Sex dan Onani dengan Tangan Istri
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan saudara dan berikut ini jawabannya:
Islam adalah agama syamil (komprehensif). Artinya, ajaran Islam mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia. Aktivitas apa saja yang dilakukan
manusia pasti ada petunjuk dan hukumnya di dalam Islam. Mulai dari
hal-hal yang remeh temeh hingga hal-hal yang penting dan besar. Semuanya
pasti ada petunjuk dan hukumnya di dalam Islam, termasuk untuk masalah
yang bersifat individual maupun masalah-masalah keluarga, masyarakat dan
negara, baik permasalahan sosial, kesehatan, ekonomi, politik, agama,
ketatanegaraan maupun masalah-masalah lainnya. Hal ini karena memang
Islam diturunkan oleh Allah sebagai hudan (petunjuk) bagi manusia agar
mereka selamat dan bahagia di dunia dan akhirat.
Islam juga telah mengantisipasi perkembangan umat manusia dari zaman ke
zaman. Perkembangan ini tentu membawa permasalahannya masing-masing.
Permasalahan zaman sekarang berbeda dengan permasalahan zaman dahulu.
Demikian pula dengan permasalahan zaman yang akan datang, tentu berbeda
dan akan lebih kompleks dibanding dengan permasalahan masa kini. Semua
itu telah diantisipasi dan Islam tetap akan mampu memberikan petunjuk
dan sekaligus hukum bagi setiap permasalahan tersebut. Oleh karena itu,
mustahil ada perbuatan atau aktivitas yang dilakukan oleh manusia lalu
Islam tidak mempunyai petunjuk dan hukumnya. Jika hal ini terjadi, maka
Islam tidak akan sesuai lagi untuk setiap zaman dan tempat (universal),
dan Islam hanya sesuai untuk zaman Nabi saw. dan di jazirah Arab saja.
Di antara permasalahan keluarga yang diatur oleh Islam adalah masalah
hubungan kelamin (seksual) antara suami istri. Dalam masalah ini, Islam
memandang bahwa hubungan seks dapat menjadi ladang ibadah yang
berpahala. Hubungan seks juga bisa memperat kasih sayang antara suami
istri. Menurut Islam juga, hubungan seks yang sah antara suami istri itu
sebagai usaha memperoleh keturunan. Lebih dari itu, hubungan seks
adalah hiburan, dan dalam waktu yang sama, hubungan seks bisa menjaga
pandangan dan kemaluan dari hal-hal yang diharamkan.
Islam telah memberikan beberapa adab atau tata cara melakukan hubungan
seks agar bermanfaat bagi suami istri. Di antara adab tersebut ialah
memenuhi ajakan pasangan berhubungan badan jika tidak ada uzur, menjaga
penampilan dan memakai haruman, membaca doa, memulai dengan permainan,
diam dan tidak berisik ketika melakukannya, posisi persetubuhan
sekehendak hati, hendaknya menunggu pasangannya sampai selesai, mandi
atau wudhu jika mau mengulang persetubuhan atau mau tidur, dan tidak
menceritakan persetubuhan yang telah dilakukan kepada orang lain.
Menjawab permasalahan pertama yang saudara tanyakan yaitu masalah oral
sex, dapat dikatakan bahwa oral sex termasuk mula’abah (fore play) yaitu
permainan pendahuluan sebelum melakukan hubungan seks. Namun ada juga
yang memberikan pengertian oral sex seperti berikut: berhubungan seks
dengan cara menyentuh, mencium dan memasukkan kemaluan ke oral (mulut)
pasangannya.
Menurut sebagian ulama oral sex ini hukumnya haram. Dalil mereka tatkala mengharamkan perkara tersebut adalah firman Allah:
“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki, dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya, dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman,” (Qs.
Al-Baqarah [2]: 223).
Ayat ini menunjukkan bahwa harts atau ladang tempat bercocok tanam yang
diperintahkan untuk didatangi, tiada lain adalah faraj atau vagina. Oleh
karena itu pemuasan nafsu di selain vagina adalah dilarang, termasuk di
dubur atau mulut.
Larangan memasukkan kemaluan ke dubur ditegaskan di dalam Hadits berikut:
“Dari Abu Hurairah diriwayatkan ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
Dilaknatlah orang yang menggauli istrinya di duburnya.” [HR. Abu Dawud].
Namun menurut sebagian ulama yang lain, tiada dalil khusus mengenai oral
sex. Tiada perintah maupun larangan dalam masalah ini, sehingga dengan
demikian hal tersebut diserahkan kepada selera masing-masing pasangan
suami istri. Apalagi terdapat hadits berikut:
“Dari Anas diriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi itu, jika istri mereka
haid mereka tidak mengajaknya makan bersama dan tidak menyetubuhinya di
rumah (mereka). Maka sahabat-sahabat Nabi saw bertanya kepada Nabi saw
(mengenai hal itu), sehingga Allah Ta’ala menurunkan ayat: ”Mereka
bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: ”Haid itu adalah suatu
kotoran”. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haid” (Qs Al-Baqarah [2]: 222). Lalu Rasulullah saw bersabda:
”Lakukanlah apa saja selain persetubuhan (di faraj).” Hal tersebut
sampai kepada orang-orang Yahudi sehingga mereka berkata: Orang ini
(Nabi Muhammad saw) tidak meninggalkan suatu urusan apa pun dari urusan
kita melainkan dia ingin menyalahi kita. Kemudian Usaid bin Khudhair dan
Ibad bin Basyar datang (kepada Rasulullah saw) seraya berkata: Wahai
Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Yahudi berkata demikian dan
demikian, sehingga kami tidak menyetubuhi mereka (istri-istri kami).
Wajah Rasulullah saw lalu berubah sehingga kami menyangka baginda murka
kepada keduanya. Keduanya lalu keluar dan ada hadiah berupa susu
dipersembahkan kepada Rasulullah saw. Beliau lalu memanggil keduanya dan
memberi mereka berdua susu tersebut, sehingga keduanya mengetahui bahwa
beliau tidak murka kepada keduanya.” (HR Muslim).
Hadits ini membenarkan suami bergaul dengan istrinya yang sedang haid
dengan cara apa saja –termasuk dengan mulut atau anggota badan lainnya–
asal terjaga kebersihan dan kesehatannya.
Adapun ayat yang menjadi dalil bagi ulama yang melarang oral sex, yaitu
ayat yang memerintahkan untuk mendatangi ladang tempat bercocok tanam
(Qs. Al-Baqarah [2]: 223), ayat tersebut harus dikaitkan dengan ayat
sebelumnya yang melarang suami mendatangi istri pada saat haid di tempat
haidnya. Jika istri sudah habis masa haidnya dan sudah bersuci maka
diperintahkan untuk menyetubuhi faraj istri dengan cara atau gaya apa
pun yang dikehendaki keduanya, selama sasaran utamanya pada faraj atau
vagina istri. Jadi dengan demikian, berdalil dengan ayat di atas untuk
menyatakan keharaman oral sex dinilai kurang tepat.
Pada dasarnya, oral sex itu jika dilakukan oleh pasangan suami
istri sebagai bagian dari proses merangsang sebelum persetubuhan maka
perbuatan itu mungkin masih bisa dikatakan dalam batas kewajaran. Dan
ditinjau dari segi medis pula, hal ini tidak berdampak apa pun kecuali
sebelumnya telah terinfeksi penyakit kelamin atau mulut. Namun yang
perlu ditekankan di sini ialah, bagi mayoritas pasangan suami istri,
oral sex adalah sesuatu yang menjijikkan. Apalagi air yang keluar dari
kemaluan sebelum keluarnya sperma adalah air madzi yang najis dan
berdampak tidak baik dari segi medis. Tambahan pula, fungsi mulut bukan
untuk aktivitas seperti itu.
Dan apabila oral sex
dilakukan sengaja untuk mengeluarkan sperma, maka hal ini hukumnya
adalah makruh yakni lebih baik ditinggalkan. Hal ini, sekali lagi
karena kurang etis. Tapi hukumnya tidak sampai haram, karena tidak ada
dalil pasti yang mengharamkannya, terutama jika kedua-dua pasangan suami
istri itu menghendakinya.
Hukum makruh itu artinya sebaiknya ditinggalkan. Jadi dengan demikian
oral sex itu lebih baik ditinggalkan meskipun ada dalil yang
membenarkannya, yaitu firman Allah yang bersifat umum:
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri
mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal
ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu (zina,
homoseksual, dan sebagainya) maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas” [Qs Al-Mukminun [23]: 5-7].
Selanjutnya, menjawab pertanyaan saudara yang kedua yaitu hukum onani
dengan tangan istri yang sedang haid, maka perlu diketahui bahwa ketika
istri sedang haid, suami haram menyetubuhinya di farajnya. Dia harus
menunggu sampai istrinya itu suci dan bersuci dari haid. Yang demikian
itu berdasarkan firman Allah berikut:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: ”Haid itu adalah
suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri
(menyetubuhi) dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci (sesudah mandi, ada pula yang menafsirkan
sesudah berhenti darah keluar). Apabila mereka telah bersuci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri” (Qs Al-Baqarah [2]: 222).
Apabila suami sangat menginginkan juga menyetubuhi istrinya yang sedang
haid, maka dia boleh melakukan apa saja terhadap istrinya asal menjauhi
farajnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw yang menyuruh melakukan
”apa saja” kecuali menyetubuhinya di farajnya sebagaimana Hadits riwayat
dari Anas yang telah dikutip di atas.
Oleh karena itu, termasuk dalam kategori ”lakukanlah apa saja” terhadap
istri yang sedang haid yang dibenarkan syariat Islam menurut Hadis di
atas adalah suami boleh melampiaskan nafsu dan mengeluarkan spermanya
dengan menggunakan tangan atau paha atau anggota badan lain dari
istrinya. Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa seluruh tubuh istri halal bagi
suami kecuali duburnya.
Nabi saw bahkan juga pernah memberi contoh bagaimana menggauli istri
yang sedang haid. Hal ini sebagaimana diceritakan sendiri oleh istri
beliau Maimunah ra dalam Hadits berikut:
“Dari Maimunah diriwayatkan, ”Rasulullah saw apabila ingin menggauli
salah seorang dari istri-istri beliau, beliau menyuruhnya untuk memakai
kain (sarung) sedang ia dalam keadaan haid,” [HR al-Bukhari].
Hal ini dibenarkan dan ditegaskan oleh istri Nabi saw yang lain yaitu Aisyah ra dalam Hadits berikut:
Dari Aisyah diriwayatkan, ia berkata: “Jika salah seorang dari kami
(istri-istri Rasulullah saw) haid lalu Rasulullah saw mau menggaulinya,
beliau memerintahkan supaya menutup bagian keluarnya haid kemudian
beliau menggaulinya. Aisyah berkata lagi: “Siapakah di antara kamu yang
mampu menguasai nafsunya sebagaimana Rasulullah saw menguasai nafsunya?”
(HR. al-Bukhari).
Wallahu a’lam bish-shawab.•
Hukum Oral Sex dan Onani dengan Tangan Istri
Sumber:
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com
Posting Komentar