Tugas Seorang Intelektual
Mengutip pernyataan salah satu filusuf dunia, Karl Mark “The Philoshopher have only interpreted the world in different way, the point is to change it.” Ada dua tugas besar seorang filosof (Intelektual) dalam pandangan mark, menginterpretasi realita dan membuat progresivitas didalamnya. Secara historis penyataan ini merupakan proses dialektika panjang Mark terhadap filsafat Idealisme Kahn. Mark ingin membawa kembali gairan keilmuan para filsuf untuk lebih membumi dan memperhatikan masyarakat, tidak berhenti pada tataran wacana semata.
Mark dalam bukunya Das Kapitalis, mencoba menyadarkan
kaum-kaum Proletar akan penindasan yang dilakukan oleh kaum Borjuis. Melalui ajaran
materialisme historisnya Mark percaya, bahwa suatu saat kapitalisme akan musnah
dan berganti menjadi sosialisme.
Substansi menyeluruh dari pemikirkan Mark adalah “segala macam ketidakadilan haruslah dilawan.”
Kesadaran akan perlawanan ini yang terus diupayakan Mark menjadi sebuah keyakinan
bersama, problem bersama dan harus diselesaikan bersama. Mark ingin mengiring
opini public pada rasa benci akan ketidakadilan, rasa haus akan kemerdekaan dan
keinginan kuat untuk menjadi manusia yang merdeka.
Tugas nyata seorang intelektual bukan sebatas pengalian,
penyampaian sebuah pesan perubahan kepada masyarakat. Lebih jauh, intelektual
memiliki fungsi moral dan tangung jawab yang besar akan terjadinya perubahan
nyata dalam masyarakat.
Dalam pandangan madzab kritis Frankfurt, segala bentuk
perubahan harus terus diarahkan pada tercapainya nilai-nilai ideal modernitas. Haberams
–anngota madzab Frankfurt-merumuskan tiga premis nilai utama dalam moderniasi yaitu,
mengutamakan kesadaran diri sebagai subjek, bersikap kritis dan berorientasi
progresif.
Pemahaman dan kesadaran diri sebagai subjek, mengarahkan
manusia sebagai pelaku perubahan untuk pro-aktif dalam memahami realita
masyarakat. Kemudian rasa kritis dan orientasi yang progresif, membawa
kesadaran untuk memahami secara kritis realita bukan sebatas yang Nampak, namun
juga nilai-nilai, spirit dan budaya yang tumbuh dalam masyarakat. Seluruh proses
ini haruslah bermuara pada fungsi progresif, yakni membawa perubahan yang
benar-benar dibutuhkan masyarakat. Descarter pernah berujar “cogito ergo sum” aku berfikir (sadar)
maka aku ada. Hanya dengan kesadaranlah esensi hakiki manusia bisa dikatakan
ada. Kesadaran adalah proses kritis yang dialami manusia ketika memikirkan
dirinya, masyarakat lebih-lebih Tuhannya.
Empat nilai yang ditawarkan Habermas membawa konsekwensi
logis, harus adanya intelektual (agent,
Actor) yang sadar dan berasal dari masyarakat. Intelektual ini harus
menyadari secara kritis tentang kondisi dan kebutuhan masyarakat. Merujuk pada pemikiran
Gramsci tentang perubahan, ia berpandangan perubahan membutuhkan sosok “intelektual
Organik”. Yakni sosok berasal dalam golongan kelas proletar, yang menyadari dan
memahami ketidakadilan yang dialaminya kemudiam secara sadar memobilisasi
revolusi secara massif dan terstruktur dalam masyarakat.
Sebagai salah satu bagian dari masyarakat IMM secara sadar menasbihkan
dirinya sebagai gerakan “intelektual”. Secara otomatis –menarik dari gambaran Gramsci
tentang intelektual- Kader IMM haruslah sadar dan memahami realitas yang
terjadi dalam masyarakat. Pemahaman ini kemudian haruslah diejawantahkan menjadi
sebuah wacana dan dilakukan demi perubahan. Dengan basic religiusitas,
intelektualitas dan humanitas yang dimiliki kader-kader IMM. kader IMM memiliki
potensi yang besar untuk terus melebarkan sayap dakwah pencerahan dan gerakan
pembebasan yang sudah dilakukan sebelumnya. IMM haruslah terus berdiri di garda
terdepan dalam membela kepentingan masyarakat. Semoga gerakan ini semakin
membumi dan membawa kesadaran bersama (common sense) bahwa “segala bentuk
ketidakadilan haruslam dilawan”.
Berfikir, berTuhan, melawan
Tugas Seorang Intelektual
Posting Komentar