-->

Pengantar Hukum Islam (Objek Hukum Islam)

A.       Obyek Studi Ilmu Hukum Islam
Hukum merupakan peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan dan norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan dan norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.[1]
Sementara itu hukum islam, kata hukum berasal dari bahasa arab hukmyang mengandung makna mencegah atau menolak, yaitu mencegah ketidakadilan, mencegah kedzoliman, mencegah penganiayaan dan menolak bentuk kemafsadatan lainya. Sehingga yang dimaksut dengan hukum islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama islam.[2]
Obyek menurut KBBI adalah hal, atau sesuatu yang dituju, atau bisa dikatakan objek adalah sasaran.[3] Dalam ilmu komunikasi objek dapat berupa pesan yang disampaikan(Komunike) atau pihak  yang diajak bicara(Komunikan). Sementara itu dalam kajian ilmu objek adalah berarti bahasan kajian. Setiap disiplin ilmu pasti memiliki bahasan kajian ataupun bisa disebut juga objek studi karena ni merupakan salah satu syarat wajib bagi disiplin ilmu. Melalui objek kajian, suatu ilmu dapat dibedakan dengan ilmu lainya. Karena apabila beda objek pasti berbeda juga pendekatanya sehingga hasilnyapun dapat dipastikan berbeda. Oleh karena itu suatu ilmu tidak diperkenankan memilik objek kajian yang sama.
Setidaknya ada dua objek kajian yang harus dimiliki oleh disiplin ilmu yakni objek material dan objek formal. Bidang pengetahuan tertentu yang diambil untukditeliti disebut objek material. Objek material tidak dinyatakan seperti dalam kenyataan namun objek ini perlu diabstrakkan terlebih dahulu. Untuk menjadikan manusia sebagai objek material perlu gambaran difinitif tentang manusia. Bagaimana suatu ilmu bisa bisa diteliti jika objeknya belum terlintas gambaranya.
Sementara itu objek formal adalah penyempitan atau perincian lebih detail lagi dari objek material, sehingga objek formal memfokuskan pada bagian tertentu dari bjek material tersebut. Dapat dikatakan juga suatu objek material dapat mengandung beberapa objek formal. Beberapa disiplin ilmu dapat sama dari segi objek materialnya tetapi harus berbeda dari objek formalnya. Hanya objek formal yang dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu yang lain.
1.    Objek Studi Ilmu Hukum
Ilmu hukum dapat disebut sebagaidisplin ilmu karena memiliki ciri-ciri displin ilmu, yang mana telah dijelaskan sebelumnya yakni salah satu cirinya adalah memiliki objek kajian. Dalam ilmu hukum juga memiliki objek-objek yang dikaji yang mana setidaknya objek tersebut dibagi menjadi dua, yakni objek material dan objek formal.
a)    objek material
Objek material ilmu hukum adalah manusia. Hukum bertujuan untuk menertibkan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan sesamanya. Prof. Mr. Dr. L.J. van Apeldoorn dalam bukunya “Inleiding tot de studie van het nederlandse recht” mengatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Karena hukum menghendaki kedamaian.[4]
Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap semua pihak yang merugikanya.[5]
Kepentingan seseorang selalu bertentangan dengan kepentingan golongan-golongan manusia. Pertenangan ini dapat menyebabkan pertikaian bahkan dapat menjelma menjadi peperangan seandainya hukum tidak bertindak sebagai perantara dalam mempertahankan perdamaian.
Ada dua bentuk kajian hukum yaitu hukum sosiologis(law in society) dan hukum normative (Law in book). Studi hukum sosiologis atau sosiologi hukum menelaah hukum berdasarkan hubungan antar manusia, sementara itu studi hukum normative mempelajari norma-norma hukum yang merupakan produk budaya dari hubungan sesame manusia. Tidak ada suatu norma hukum yang diciptakan manusia untuk dirinya sendiri oleh karena itu, ilmu hukum baik itu ilmu hukum sosiologis maupun normatif termasuk kelompok-kelompok ilmu social.[6] Yang mana kajian utamanya adalah manusia.
Ilmu hukum juga mengkaji hubungan manusia dengan alam selain manusia. Manusia bisa berhubungan dengan lingkungan atau lingkungan hidup, namun hubungan ini pasti berdampak pada manusia yang lainya. Penebangan hutan bisa berakibat erosi yang pada akhirnya merusak ekosistem manusia. Demikian pula, pencemaran lingkungan, kepunahan binatang, atau polusi udara harus dihindarkan dengan pembuatan dan penegakan hukum, karena kasus-kasus ini berdampak buruk bagi manusia, kembali lagi kepada tujuan hukum menurut Prof. Mr. Dr. L.J. van Apeldoorn yang bertujuan untuk perdamaian. Dengan memperhatikan keuntungan dan kerugianya dalam masyarakat maka hukum harus tegas dan memaksa mereka untuk taat padanya.
b)   Objek formal
Objek formal ilmu hukum adalah perbuatan manusia yang tampak. Ilmu hukum tidak menelaah pemikiran dan maksut hati manusia. Ilmu hukum dapat menelaah pikiran dan maksut hati seseorang apabila dituangkan dalam bentuk tulisan atau perbuatan. Pengakuan tersangka yang tercatat diberita acara pemeriksaan (BAP) dapat menjadi kajian hukum tidak peduli dia jujur atau tidak, karena semua apapun yang lahir dari manusia bernilai hukum selama ia bisa ditangkap oleh panca indera.
2. Objek Studi Ilmu Hukum Islam
Sama halnya dengan studi ilmu hukum, studi ilmu hukum islam juga dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu karena studi ilmu hukum islam juga memiliki objek atau sasaran kajian, dalam ilmu hukum islam setidaknya ada dua objek kaian yang dipelajari yaitu:
a)    Objek Material
Ketika islam diletakkan pada hukum, maka objek hukum semakin diperluas. Hukum islam tidak hanya mengkaji manusia sebagai makhluk social, tetapi juga manusia sebagai makhluk beragama. Sebagai agama, ajaran islam mencakup hubungan manusia dengan Alah SWT, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan makhluk Allah SWT yang lain. Keseluruhan hubungan ini terfokus pada manusia sehingga objek material studi hukum islam adalah manusia.[7]
Pergulatan antara realitas dan wahyu memunculkan dua bidang kajian utama studi hukum islam. Bidang pertama adalah studi fikih yang mempertemukan realitas dan pemikiran manusia. Bagian kedua adalah studi yurisprudensi islam yang menghubungkan pemikiran manusia dengan wahyu.[8]
b)   Objek Formal
Studi hukum islam baik fikih maupun ushul fiqh, memiliki objek formal yaitu perbuatan manusia dewasa yang berakal sehat.Sasaran dalam ilmu ini adalah semua perilaku mukallaf atau dengan kata lain sasaranya adalah manusia serta dinamika dan perkembangan masyarakatnya yang semua itu merupakan gambaran nyata perilaku seorang mukalaf. Yang semua itu bertujuan untuk membentuk masyarakat yang berkualitas baik.[9]
Dengan perbuatan manusia sebagai objek formal, studi hukum islam tidak mengkaji keyakinan dan maksut hati manusia. Kajian keyakinan dibahas oleh ilmu tauhid, sedangkan maksut hati ditelaah oleh ilmu akhlak. Ketika manusia berhubungan dengan tuhanya, maka penerimaanya didasarkan pada dua aspek yaitu keiklasan hati dan kebenaran tindakan. Studi hukum islam, dalam hal ini hanya membahas kebenaran tindakan, bukan keiklasan hati. Kegiatan ritual dapat dibenarkan(sah) jika sesuai dengan titah wahyu.[10]
Kalau kita telaah lebih jauh, mengenai perbedaan hukum islam dengan ilmu hukum secara konvesiaonal. Hukum islam disamping mengatur hubungan manusia dengan manusia, namun juga megatur manusia senagai makhluk beragama yaitu menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya. Sementara itu ilmu hukum secara konvesional hanya membahas hubungan manusia dengan manusia atau benda saja.[11]
B.       Metode Pengembangan Studi Hukum Islam
Perubahan hukum islam selalu terjadi dengan mengikuti perubahan zaman. Perubahan ini juga disebabkan oleh metode yang tidak sama. Dengan aneka metode, studi hukum islam tidak rigid dan stagnasi, melainkan fleksibel dan dinamis. Studi hukum islam tetap menarik untuk dikembangkan. Dipandang dari metode pengembangannya, ada tiga bentuk kajian studi hukum islam yaitu normatif, historis dan sosiologis.
1.    Studi Hukum Islam Normatif
Kata normatif berasal dari bahasa inggris norm yang berarti norma, ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan yang buruk, yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Kata norma selanjutnya masuk ke dalam kosakata bahasa Indonesia dengan arti antara lain ukuran untuk menentukan sesuatu.[12]
Studi ini terfokus dari norma hukum yang tertulis. Norma hukum islam adalah perangkat aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh umat islam. Dalam hukum islam, ada empat norma hukum yang disepakati oleh para ulama yaitu: Al-qur’an Al-Sunnaah, Ijma’ dan Qiyas.Norma ini dapat dikaji dengan mengunakan metode yang biasa digunakan dalam studi kepustakaan, seperti metode deduksi dan induksi.[13]
Metode deduksi diawali dengan menemukan prinsip-prinsip dalam norma hukum kemudian dari temuan ini lahir ragam keputusan hukum, sementara itu induksi merupakan kebalikannya. Metode ini mengawali dari keputusan hukum atas beberapa kasus, dari temuan ini diidentifikasi yang pada akhirnya melahirkan konsep-konsep hukum secara umum.
2.    Studi hukum islam historis
Sejarah adalah ilmu yang membahas berbagai peristiwa atau kejadian di masa lalu dengan memerhatikan dari segi waktu, tempat, pelaku, latar belakang dan hikmah yang terdapat dalam peristiwa tersebut. Dengan demikian, sejarah selalu mengandung unsur 5 W dan 1 H yang disusun secara sistematik dan kronologis sehingga mudah dipahami, diidentifikasi, dan diambil pelajarannya.[14]
Dalam bahasa arab, kata sejarah disebut tarikh yang secara harfiah berarti ketentuan waktu, dan secara istilah berarti keterangan yang telah terjadi pada masa lampau. Kata tarikh digunakan dalam arti perhitungan waktu, seperti keterangan mengenai tahun sebelum atau sesudah tarikh masehi.[15]
Didalam bahasa inggris, kata sejarah merupakan terjemahan dari kata history yang secara harfiah diartikan the pastexprensive of mankind, yakni pengalaman umat manusia dimasa lampau.
Dalam pengertian yang lebih luas, sejarah adalah ilmu yang membahas berbagai masalah yang terjadi di masa lalu, baik yang berkaitan dengan masalah sosial, politik, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan, hukum, kebudayaan, peradaban, agama dan lain sebagainya.[16]
Setiap peristiwa tidak luput dari sejarah. Dalam sejarah, tersaji : aktor, pemikiran, kejadian, tempat, waktu, dan obyek. Karena hukum melewati peristiwa sejarah, maka studi hukum islam historis menjadi penting.[17] Studi hukum islam paling tidak dapat diklafikasi menjadi tiga bentuk :
a)    Studi pemikiran hukum islam
Studi pemikiran hukum islam menelaah tentang aktor sejarah sekaligus kontribusi pemikirannya dalam pengembangan hukum islam. Kajian aktor ini tidak boleh melepaskan kondisi sosial aktor, baik sebelum lahir, saat hidup, maupun setelah wafatnya. Dengan cara ini, pengaruh pemikiran aktor dapat terbaca. Untuk itu aktor yang masih hidup tidak bisa dikaji, karena terdapat kemungkinan perubahan pemikiran serta tidak bisa menguak dampak pemikirannya.[18]
b)   Studi kawasan hukum islam
Studi kawasan hukum islam lebih memperhatikan praktek hukum islam oleh suatu masyarakat di daerah tertentu. Karena tidak ada daerah yang terisolir, maka studi kawasan harus memperhatikan juga kondisi daerah-daerah yang mengitarinya. Studi kawasan hukum islam ini dapat menghasilkan keunikan praktek hukum islam yang bukan tidak mungkin bisa diterapakan di kawasan lain.[19]
c)    Studi sejarah sosial hukum islam
Studi sejarah sosial hukum islam banyak menyoroti peristiwa hukum pada masa tertentu. Studi ini setidaknya harus menemukan sebab mencul suatu peristiwa dan dampak yang ditimbulkannya.[20]
3.    Studi hukum islam sosiologis
Ada tiga pendekatan ilmu sosial yang bisa digunakan untuk untuk mengembangkan studi hukum islam sosiologis, yaitu :
1.    Kualitatif
Pendekatan ini digunakan untuk menggali data-data yang bukan angka dan melaporkannya dalam bentuk verbal atau pernyataan.[21] Pendekatan ini bisa diaplikasikan dengan banyak metode, antara lain :
a.    Studi hukum
Digunakan untuk kasus hukum di masyarakat yang unik dan menarik. Melalui studi ini, keunikan dapat diungkapkan.
b.    Fenomenologi
Metode ini menguak hal-hal dibalik realitas. Menurut metode ini, keputusan hakim agama dan alasan-alasan pengambilan keputusan yang dicatat panitera belum cukup sebagai data. Metode ini ingin melihat alasan-alasan yang tersembunyi dibalik hal yang tampak. Melalui metode ini, kerja sistem hukum islam yang berlaku di masyarakat dapat digambarkan.
c.    Etnorogi
Metode ini menyoroti aspek hukum islam yang telah dijadikan tradisi metode yang bisa digunakan adalah menggambarkan lebih detail mengenai perjalanan tradisi. 
2.    Kuantitatif
Pendekatan ini digunakan untuk menggali data-data berupa angka dan dilaporkan dalam bentuk angka pula. Studi hukum islam yang menggunakan pendekatan kuantitatif sulit ditemukan.[22]
3.    Partisipatoris
Pendekatan ini juga kurang diperhatikan. Padahal, pendekatan ini efektif dalam melakukan perubahan sosial. Metode riset aksi yang menggunakan pendekatan pertisipatoris bisa menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat, agar memperhatikan kedewasaan dalam pernikahan. Inilah pendekatan dengan hasil perubahan yang terukur. Peneliti tidak sekedar menggambarkan data, tetapi juga menjadi fasilisator bagi agen-agen perubahan.[23]
C.      Urgensi Studi Hukum Islam
Studi Hukum islam merupakan salah satu bahan kajian yang wajib dipelajari oleh umat islam, karena objek studi ini adalah umat islam itu sendiri sehingga konsekuensi logisnya umat islamlah yang harus lebih mendalami studi ini. Berikut beberapa urgensi studi hukum islam:
1.    Studi Hukum Islam sebagai Etika Islam
Terdapat kaitan erat antara hukum dan etika. Hukum menghasilkan konsep benar dan salah, sedangkan etika menghasilkan konsep baik dan buruk. Keputusan hukum harus berlandaskan etika agar tetap berada dalam koridor keadilan. Sebaliknya, etika akan semakin kuat bila didukung oleh keputusan hukum. Etika hanya memiliki sanksi moral, sementara hukum mempunyai sanksi legal. Dilihat dari sisi bentuknya, hukum dapat dibaca dengan jelas, karena berupa peraturan perundang-undangan yang tertulis. Tidak demikian halnya dengan etika yang bentuknya banyak yang tidak tertulis. Karena itu, perdebatan hukum selalu melibatkan logika pernyataan, sedangkan etika terus diperdebatkan tanpa standar baku. Setiap orang dapat menyatakan moral, tetapi mereka berbeda pendapat tentang ukuranya. Studi tentang ukuran moral ini masuk dalam wilayah fisafat etika.[24]
Studi hukum islam di Indonesia, bisa dikategorikan dalam dua kajian yaitu kajian hukum dan kajian etika. Tidak banyak rumusan hukum islam yang menjadi peraturan perundang-undangan Indonesia. Rumusan hukum yang paling dominan adalah memberlakukan hukum islam sebagai etika sebagai umat islam. Apabila ada seorang muslim yang engan mematuhi keputusan hukum  islam, maka ia tidak dijerat dengan sanksi legal, melainkan sanksi moral.
Hai ini sejalan dengan yang dikatakan oleh M. Daud Ali dalam bukunya Hukum islam penormaan prinsip-prinsip islam di Indonesia, beliau mengatakan bahwa di Indonesia hukum islam ada yang berlaku normatif ada juga yang berlaku formal yuridis.[25]Dengan demikian, kasus yang sering muncul adalah terjadi benturan antara keputusan hukum islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[26]
Meski sebagai kekuatan moral, hukum islam senantiasa menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan di masyarakat muslim. Kekuatan agama yang melekat dalam hukum islam menjadikanya lebih berarti. Diantara umat islam, ada yang mengutamakan hukum islam diatas segalanya, termasuk peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat dipahami, bahwa pemberlakuan hukum islam di Indonesia jauh lebih tua dibandingkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[27]
Ketika hukum islam menjadi etika utama bagi umat islam indonesia, maka ukuran etikanya adalah studi hukum islam. Studi hukum islam dimasa mendatang, dapat menjadi alternatif dalam sistem hukum di indonesia. Wacana untuk membangun kembali huku pidana dan perdata telah lama digulirkan, mengingat produk dari belanda ini dinilai sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Inilah peluang sekaligus tantangan bagi hukum islam. Para pakar studi hukum islam terus membuat formulasi hukum islam yang sesuai dengan zaman modern serta cocok dengan budaya indonesia. Secara evolusi, beberapa konsep dan rumusan hukum islam telah diterima oleh negara antara lain: undang-undang pengelolaan zakat, undang-undang perbankan syariah, bahkan beberapa daerah telah memutuskan untuk menerapkan hukum islam melalui perda syariah. Jadi studi hukum islam telah memberi kontribusi nyata dalam penataan etika masyarakat muslim serta diharapkan lebih mewarnai kehidupan umat beragama di indonesia.[28]
2.    Muara Ilmu Ilmu Keislaman
Praktek keagamaan berkaitan erat dengan pemikiran. Suatu amal tergantung pada ilmunya. Ilmu yang mencapai tingkat teringgi adalah iman. Seseorang akan percaya sesuatu jika benar-benar mengetahuinya dengan yakin. Sebagaimana yang termuat dalam surat At-takasur ayat 5
žxx.öqs9tbqßJn=÷ès?zNù=ÏæÈûüÉ)uø9$#ÇÎÈ
janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin”[29]
Untuk mencapai keimanan pada taraf yakin ini, ajaran islam dikembangkan dengan ilmu tauhid. Keyakinan pada ajaran islam dengan sendirinya akan melaksanakanya. Persoalannya adalah bagaimana cara melaksanakanya. Jawaban ini dapat ditemukan dalam studi hukum islam.
Studi hukum islam membahas tentang cara mempraktekkan ajaran islam. Sesungguhnya,cara ini telah diperaktekkan dan ditunjukkan oleh nabi muhammad saw yang kemudian direkam menjadi hadits. Melalui Al-quran dan hadits,tata cara dan praktek ajaran islam digali dan dirumuskan. Proses penggalian dan perumusan ini melibatkan ilmu-ilmu teks arab,antara lain:ilmu lughah,ilmu nahwu,ilmu sharaf serta ilmu balaghah,termasuk ilmu ushul fikih.selain itu,ilmu-ilmu tentang Al-quran dan hadis juga diperlukan,demikian dibutuhkan ilmu logika,karena studi hukum islam memilah benar dan salah. Studi teks tidak terlepas dengan kondisi sejarah pergulatan teks dan konteks, sehingga studi hukum islam harus dibantu oleh ilmu sejarah,terutama sejarah perkembangan praktek hukum islam. Oleh karena itu,studi hukum islam bukan disiplin yang berdiri sendiri,melainkan ditopang oleh ilmu-ilmu keislaman yang lain. Dengan demikian,pakar studi hukum islam dapat dipastikan telah mendalami semua ilmu-ilmu keislaman.[30]
Ketika studi hukum islam bersentuhan dengan realitas sosial,maka ilmu-ilmu yang membantunya semakin bertambah,yakni ilmu-ilmu sosial. Sosiologi perlu dihadirkan untuk membaca perubahan sosial, antropologi untuk menelaah tradisi masyarakat, psikologi untuk melihat kemampuan individu maupun masyarakat dalam melaksanakan hukum islam, ilmu politik untuk legalisasi hukum islam, ilmu ekonomi untuk mengembangkan ekonomi islam dan metodologi riset dipakai untuk menggali dan menganalisis data lapangan. Studi hukum islam tidak menutup diri dari ilmu-ilmu alam,sepanjang hal itu dibutuhkan.kasus ganti kelamin,kontrasepsi dan bayi tabung.misalnya,perlu menghadirkan ilmu kedokteran. Saat membahas waktu shalat,gerhana,arah kiblat dan masalah perbintangan,studi hukum islam perlu menggandeng ilmu astronomi. Mustahil menemukan seorang ulama yang menguasai studi hukum islam seta ilmu-ilmu bantu lainnya. Untuk itu,keputusan hukum tidak dirumuskan secara perorangan,melainkan difatwakan secara kelembagaan.[31]
Lembaga hukum islam berisi para pakar studi hukum islam,bukan para ilmuwan dengan disiplin ilmu yang berbeda. Akan tetapi,jika suatu masalah yang akan diputuskan memerlukan keterlibatan ilmuwan yang terkait,maka ilmuwan tersebut dihadirkan untuk memperjelas masalah. Setelah mendapatkan penjelasannya,pemecahan masalah dilimpahkan kembali kepada para pakar hukum islam. Tidak jarang,persoalan yang dipecahkan juga menyangkut masalah agama di luar wilayah hukum islam,seperti teologi,tasawwuf dan peradaban. Pada tahun 1998,majelis tarjih muhammadiyah,akhirnya,memperlebar wilayahnya,dari persoalan hukum islam hingga peradaban islam. Komisi fatwa MUI pun demikian. Begitu pula,pelebaran masalah juga terjadi di bahtsul masail NU hingga memunculkan  bahtsul masail maudlu’iyyah (pembahasan persoalan secara tematis),dan bahtsul masail waqi’iyyah (pembahasan persoalan aktual).
Pelebaran masalah di atas bukan hal yang baru. Beberapa karya klasik yang selama ini dianggap sebagai literatur ilmu fikih juga membahas tentang teologi maupun tasawwuf. Kitab al-umm karya imam al-syafi’i pendiri madzab fikih syafi’i,juga memuat teologis,meski porsinya sedikit. Di samping itu,ulama yang dianggap sebagai pakar hukum islam ternyata menulis karya-karya tentang teologis atau tasawuf. Imam abu hanifah pendiri madzab fikih hanafi,menulis kitab al fiqh al akbar yang memuat pembahasan tentang teologi. Fakta ini menujukkan bahwa studi hukum islam menjadi muara bagi ilmu-ilmu keislaman. Semua disiplin ilmu, bertemu di satu wilayah,yaitu hukum islam.[32]








BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan
Obyek menurut KBBI adalah hal, atau sesuatu yang dituju, atau bisa dikatakan objek adalah sasaran. Setidaknya ada dua objek kajian yang harus dimiliki oleh disiplin ilmu yakni objek material dan objek formal.
Objek material ilmu hukum adalah manusia. Objek formal ilmu hukum adalah perbuatan manusia yang tampak. Ilmu hukum tidak menelaah pemikiran dan maksut hati manusia.
Ketika islam diletakkan pada hukum, maka objek hukum semakin diperluas. Hukum islam tidak hanya mengkaji manusia sebagai makhluk social, tetapi juga manusia sebagai makhluk beragama. objek formal yaitu perbuatan manusia dewasa yang berakal sehat.
Perubahan hukum islam selalu terjadi dengan mengikuti perubahan zaman. Perubahan ini juga disebabkan oleh metode yang tidak sama. Dengan aneka metode, studi hukum islam tidak rigid dan stagnasi, melainkan fleksibel dan dinamis. Studi hukum islam tetap menarik untuk dikembangkan. Dipandang dari metode pengembangannya, ada tiga bentuk kajian studi hukum islam yaitu normatif, historis dan sosiologis.
Studi Hukum islam merupakan salah satu bahan kajian yang wajib dipelajari oleh umat islam, karena objek studi ini adalah umat islam itu sendiri sehingga konsekuensi logisnya umat islamlah yang harus lebih mendalami studi ini.
Sementara itu ada beberapa urgensi atau pentingnya dalam mempelajari studi hukum islam, antara lain:
1.      Studi Hukum islam sebagai etika islam
2.      Muara Ilmu Ilmu Keislaman





DAFTAR PUSTAKA


·         Al-qur’an dan terjemahan
·         C.S.T. Kansil.Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka.1989.
·         MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam.Surabaya:SAP. 2012.
·         Abuddin hata.Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner.Jakarta:Rajawali Press.2010.
·         Ya’qub, Hamzah.Pengantar Ilmu syariat (Ilmu Hukum).Bandung: CV.Diponegoro.1995.
·         Ali, Zainuddin.Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta:Sinar Grafira.2006.
·         Abd. Shomad.Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam hukum Indonesia.Jakarta:Kencana Pernada Media Group.2012.
·         Daud Ali, Muhammad.Hukum Islam.Jakarta:RajaGrafindo Persada.2005.





[1] Muhammad Daud Ali,Hukum Islam.(Jakarta:RajaGrafindo Persada,2005) hal 43
[2] Zainuddin Ali.Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum.(Jakarta:Sinar Grafira, 2006) hal 5
[3] KBBI
[4] C.S.T. Kansil.Pengantar Ilmu Hukum Tata Hukum Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka,1989), hal 42
[5] Ibid., hal 42
[6] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam.(Surabaya:SAP, 2012)hal 5
[7] Ibid., hal 7
[8] Ibid., hal 8
[9] Ibid.,
[10] Ibid., hal 9
[11] Hamzah Ya’qub.Pengantar Ilmu syariat (Ilmu Hukum) (Bandung: CV.Diponegoro,1995) , hal 93
[12]Abuddin hata.Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner,(Jakarta:Rajawali Press,2010), hal 40
[13] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam.(Surabaya:SAP, 2012)hal 12
[14] Abuddin hata.Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner., hal 81
[15] Ibid.,
[16] Ibid.,
[17] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam.(Surabaya:SAP, 2012)hal 15
[18] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam.(Surabaya:SAP, 2012)hal 16
[19] Ibid.,
[20] Ibid.,
[21] Ibid., hal 18
[22] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam.(Surabaya:SAP, 2012)hal 19
[23] Ibid., hal 20
[24] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam.(Surabaya:SAP, 2012)hal 23
[25] Abd. Shomad,Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam hukum Indonesia.(Jakarta:Kencana Pernada Media Group, 2012) hal 10
[26] Ibid.,
[27] Ibid.,
[28] Ibid., hal 25
[29] At-Takasur ayat 5
[30] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam., Hal 28
[31] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam., Hal 29
[32] Ibid., 31