Pengantar Hukum Islam (Objek Hukum Islam)
A.
Obyek Studi Ilmu Hukum Islam
Hukum merupakan peraturan-peraturan atau seperangkat
norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan
dan norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
maupun peraturan dan norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh
penguasa.[1]
Sementara itu hukum islam, kata hukum berasal dari
bahasa arab hukmyang mengandung makna
mencegah atau menolak, yaitu mencegah ketidakadilan, mencegah kedzoliman,
mencegah penganiayaan dan menolak bentuk kemafsadatan lainya. Sehingga yang
dimaksut dengan hukum islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian
agama islam.[2]
Obyek
menurut KBBI adalah hal, atau sesuatu yang dituju, atau bisa dikatakan objek
adalah sasaran.[3] Dalam ilmu komunikasi
objek dapat berupa pesan yang disampaikan(Komunike) atau pihak yang diajak bicara(Komunikan). Sementara itu
dalam kajian ilmu objek adalah berarti bahasan kajian. Setiap disiplin ilmu
pasti memiliki bahasan kajian ataupun bisa disebut juga objek studi karena ni
merupakan salah satu syarat wajib bagi disiplin ilmu. Melalui objek kajian,
suatu ilmu dapat dibedakan dengan ilmu lainya. Karena apabila beda objek pasti
berbeda juga pendekatanya sehingga hasilnyapun dapat dipastikan berbeda. Oleh
karena itu suatu ilmu tidak diperkenankan memilik objek kajian yang sama.
Setidaknya
ada dua objek kajian yang harus dimiliki oleh disiplin ilmu yakni objek
material dan objek formal. Bidang pengetahuan tertentu yang diambil
untukditeliti disebut objek material. Objek material tidak dinyatakan seperti
dalam kenyataan namun objek ini perlu diabstrakkan terlebih dahulu. Untuk
menjadikan manusia sebagai objek material perlu gambaran difinitif tentang
manusia. Bagaimana suatu ilmu bisa bisa diteliti jika objeknya belum terlintas
gambaranya.
Sementara
itu objek formal adalah penyempitan atau perincian lebih detail lagi dari objek
material, sehingga objek formal memfokuskan pada bagian tertentu dari bjek
material tersebut. Dapat dikatakan juga suatu objek material dapat mengandung
beberapa objek formal. Beberapa disiplin ilmu dapat sama dari segi objek
materialnya tetapi harus berbeda dari objek formalnya. Hanya objek formal yang
dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu yang lain.
1. Objek Studi Ilmu Hukum
Ilmu hukum dapat disebut sebagaidisplin ilmu karena
memiliki ciri-ciri displin ilmu, yang mana telah dijelaskan sebelumnya yakni
salah satu cirinya adalah memiliki objek kajian. Dalam ilmu hukum juga memiliki
objek-objek yang dikaji yang mana setidaknya objek tersebut dibagi menjadi dua,
yakni objek material dan objek formal.
a) objek material
Objek material ilmu hukum adalah manusia. Hukum
bertujuan untuk menertibkan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan
sesamanya. Prof. Mr. Dr. L.J. van Apeldoorn dalam bukunya “Inleiding tot de
studie van het nederlandse recht” mengatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur
pergaulan hidup manusia secara damai. Karena hukum menghendaki kedamaian.[4]
Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum
dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan,
kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap semua pihak yang merugikanya.[5]
Kepentingan seseorang selalu bertentangan dengan
kepentingan golongan-golongan manusia. Pertenangan ini dapat menyebabkan
pertikaian bahkan dapat menjelma menjadi peperangan seandainya hukum tidak
bertindak sebagai perantara dalam mempertahankan perdamaian.
Ada dua bentuk kajian hukum yaitu hukum sosiologis(law
in society) dan hukum normative (Law in book). Studi hukum sosiologis atau
sosiologi hukum menelaah hukum berdasarkan hubungan antar manusia, sementara
itu studi hukum normative mempelajari norma-norma hukum yang merupakan produk
budaya dari hubungan sesame manusia. Tidak ada suatu norma hukum yang
diciptakan manusia untuk dirinya sendiri oleh karena itu, ilmu hukum baik itu
ilmu hukum sosiologis maupun normatif termasuk kelompok-kelompok ilmu social.[6] Yang mana kajian utamanya
adalah manusia.
Ilmu hukum juga mengkaji hubungan manusia dengan alam
selain manusia. Manusia bisa berhubungan dengan lingkungan atau lingkungan
hidup, namun hubungan ini pasti berdampak pada manusia yang lainya. Penebangan
hutan bisa berakibat erosi yang pada akhirnya merusak ekosistem manusia.
Demikian pula, pencemaran lingkungan, kepunahan binatang, atau polusi udara
harus dihindarkan dengan pembuatan dan penegakan hukum, karena kasus-kasus ini
berdampak buruk bagi manusia, kembali lagi kepada tujuan hukum menurut Prof.
Mr. Dr. L.J. van Apeldoorn yang bertujuan untuk perdamaian. Dengan
memperhatikan keuntungan dan kerugianya dalam masyarakat maka hukum harus tegas
dan memaksa mereka untuk taat padanya.
b) Objek formal
Objek formal ilmu hukum adalah perbuatan manusia yang
tampak. Ilmu hukum tidak menelaah pemikiran dan maksut hati manusia. Ilmu hukum
dapat menelaah pikiran dan maksut hati seseorang apabila dituangkan dalam
bentuk tulisan atau perbuatan. Pengakuan tersangka yang tercatat diberita acara
pemeriksaan (BAP) dapat menjadi kajian hukum tidak peduli dia jujur atau tidak,
karena semua apapun yang lahir dari manusia bernilai hukum selama ia bisa
ditangkap oleh panca indera.
2. Objek Studi Ilmu Hukum Islam
Sama halnya dengan studi ilmu hukum, studi ilmu hukum
islam juga dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu karena studi ilmu hukum
islam juga memiliki objek atau sasaran kajian, dalam ilmu hukum islam
setidaknya ada dua objek kaian yang dipelajari yaitu:
a) Objek Material
Ketika islam diletakkan pada hukum, maka objek hukum
semakin diperluas. Hukum islam tidak hanya mengkaji manusia sebagai makhluk
social, tetapi juga manusia sebagai makhluk beragama. Sebagai agama, ajaran
islam mencakup hubungan manusia dengan Alah SWT, hubungan manusia dengan
manusia dan hubungan manusia dengan makhluk Allah SWT yang lain. Keseluruhan
hubungan ini terfokus pada manusia sehingga objek material studi hukum islam
adalah manusia.[7]
Pergulatan antara realitas dan wahyu memunculkan dua
bidang kajian utama studi hukum islam. Bidang pertama adalah studi fikih yang
mempertemukan realitas dan pemikiran manusia. Bagian kedua adalah studi
yurisprudensi islam yang menghubungkan pemikiran manusia dengan wahyu.[8]
b) Objek Formal
Studi hukum islam baik fikih maupun ushul fiqh,
memiliki objek formal yaitu perbuatan manusia dewasa yang berakal sehat.Sasaran
dalam ilmu ini adalah semua perilaku mukallaf atau dengan kata lain sasaranya
adalah manusia serta dinamika dan perkembangan masyarakatnya yang semua itu merupakan
gambaran nyata perilaku seorang mukalaf. Yang semua itu bertujuan untuk
membentuk masyarakat yang berkualitas baik.[9]
Dengan perbuatan manusia sebagai objek formal, studi
hukum islam tidak mengkaji keyakinan dan maksut hati manusia. Kajian keyakinan
dibahas oleh ilmu tauhid, sedangkan maksut hati ditelaah oleh ilmu akhlak.
Ketika manusia berhubungan dengan tuhanya, maka penerimaanya didasarkan pada
dua aspek yaitu keiklasan hati dan kebenaran tindakan. Studi hukum islam, dalam
hal ini hanya membahas kebenaran tindakan, bukan keiklasan hati. Kegiatan
ritual dapat dibenarkan(sah) jika sesuai dengan titah wahyu.[10]
Kalau kita telaah lebih jauh, mengenai perbedaan hukum
islam dengan ilmu hukum secara konvesiaonal. Hukum islam disamping mengatur
hubungan manusia dengan manusia, namun juga megatur manusia senagai makhluk
beragama yaitu menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya. Sementara itu ilmu
hukum secara konvesional hanya membahas hubungan manusia dengan manusia atau
benda saja.[11]
B.
Metode Pengembangan Studi Hukum
Islam
Perubahan hukum islam selalu terjadi dengan mengikuti
perubahan zaman. Perubahan ini juga disebabkan oleh metode yang tidak sama.
Dengan aneka metode, studi hukum islam tidak rigid dan stagnasi, melainkan
fleksibel dan dinamis. Studi hukum islam tetap menarik untuk dikembangkan.
Dipandang dari metode pengembangannya, ada tiga bentuk kajian studi hukum islam
yaitu normatif, historis dan sosiologis.
1. Studi Hukum Islam Normatif
Kata
normatif berasal dari bahasa inggris norm yang berarti norma, ajaran,
acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan yang buruk, yang boleh dilakukan
dan yang tidak boleh dilakukan. Kata norma selanjutnya masuk ke dalam kosakata
bahasa Indonesia dengan arti antara lain ukuran untuk menentukan sesuatu.[12]
Studi
ini terfokus dari norma hukum yang tertulis. Norma hukum islam adalah perangkat
aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh umat islam. Dalam hukum islam,
ada empat norma hukum yang disepakati oleh para ulama yaitu: Al-qur’an
Al-Sunnaah, Ijma’ dan Qiyas.Norma ini dapat dikaji dengan mengunakan metode
yang biasa digunakan dalam studi kepustakaan, seperti metode deduksi dan
induksi.[13]
Metode
deduksi diawali dengan menemukan prinsip-prinsip dalam norma hukum kemudian
dari temuan ini lahir ragam keputusan hukum, sementara itu induksi merupakan
kebalikannya. Metode ini mengawali dari keputusan hukum atas beberapa kasus,
dari temuan ini diidentifikasi yang pada akhirnya melahirkan konsep-konsep
hukum secara umum.
2. Studi hukum islam historis
Sejarah adalah ilmu
yang membahas berbagai peristiwa atau kejadian di masa lalu dengan memerhatikan
dari segi waktu, tempat, pelaku, latar belakang dan hikmah yang terdapat dalam
peristiwa tersebut. Dengan demikian, sejarah selalu mengandung unsur 5 W dan 1
H yang disusun secara sistematik dan kronologis sehingga mudah dipahami,
diidentifikasi, dan diambil pelajarannya.[14]
Dalam bahasa arab, kata
sejarah disebut tarikh yang secara harfiah berarti ketentuan waktu, dan secara
istilah berarti keterangan yang telah terjadi pada masa lampau. Kata tarikh
digunakan dalam arti perhitungan waktu, seperti keterangan mengenai tahun sebelum
atau sesudah tarikh masehi.[15]
Didalam bahasa inggris,
kata sejarah merupakan terjemahan dari kata history yang secara harfiah
diartikan the pastexprensive of mankind, yakni pengalaman umat manusia dimasa
lampau.
Dalam pengertian yang
lebih luas, sejarah adalah ilmu yang membahas berbagai masalah yang terjadi di
masa lalu, baik yang berkaitan dengan masalah sosial, politik, ekonomi, budaya,
ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan, hukum, kebudayaan, peradaban, agama
dan lain sebagainya.[16]
Setiap peristiwa tidak
luput dari sejarah. Dalam sejarah, tersaji : aktor, pemikiran, kejadian,
tempat, waktu, dan obyek. Karena hukum melewati peristiwa sejarah, maka studi
hukum islam historis menjadi penting.[17]
Studi hukum islam paling tidak dapat diklafikasi menjadi tiga bentuk :
a)
Studi
pemikiran hukum islam
Studi
pemikiran hukum islam menelaah tentang aktor sejarah sekaligus kontribusi
pemikirannya dalam pengembangan hukum islam. Kajian aktor ini tidak boleh
melepaskan kondisi sosial aktor, baik sebelum lahir, saat hidup, maupun setelah
wafatnya. Dengan cara ini, pengaruh pemikiran aktor dapat terbaca. Untuk itu
aktor yang masih hidup tidak bisa dikaji, karena terdapat kemungkinan perubahan
pemikiran serta tidak bisa menguak dampak pemikirannya.[18]
b)
Studi kawasan
hukum islam
Studi
kawasan hukum islam lebih memperhatikan praktek hukum islam oleh suatu
masyarakat di daerah tertentu. Karena tidak ada daerah yang terisolir, maka
studi kawasan harus memperhatikan juga kondisi daerah-daerah yang mengitarinya.
Studi kawasan hukum islam ini dapat menghasilkan keunikan praktek hukum islam
yang bukan tidak mungkin bisa diterapakan di kawasan lain.[19]
c)
Studi sejarah
sosial hukum islam
Studi
sejarah sosial hukum islam banyak menyoroti peristiwa hukum pada masa tertentu.
Studi ini setidaknya harus menemukan sebab mencul suatu peristiwa dan dampak
yang ditimbulkannya.[20]
3. Studi hukum islam sosiologis
Ada tiga pendekatan
ilmu sosial yang bisa digunakan untuk untuk mengembangkan studi hukum islam
sosiologis, yaitu :
1.
Kualitatif
Pendekatan
ini digunakan untuk menggali data-data yang bukan angka dan melaporkannya dalam
bentuk verbal atau pernyataan.[21]
Pendekatan ini bisa diaplikasikan dengan banyak metode, antara lain :
a. Studi hukum
Digunakan untuk kasus hukum di masyarakat yang unik dan menarik.
Melalui studi ini, keunikan dapat diungkapkan.
b. Fenomenologi
Metode ini menguak hal-hal dibalik realitas. Menurut metode ini,
keputusan hakim agama dan alasan-alasan pengambilan keputusan yang dicatat
panitera belum cukup sebagai data. Metode ini ingin melihat alasan-alasan yang
tersembunyi dibalik hal yang tampak. Melalui metode ini, kerja sistem hukum
islam yang berlaku di masyarakat dapat digambarkan.
c.
Etnorogi
Metode ini menyoroti aspek hukum islam yang telah dijadikan tradisi
metode yang bisa digunakan adalah menggambarkan lebih detail mengenai
perjalanan tradisi.
2.
Kuantitatif
Pendekatan ini digunakan untuk menggali data-data berupa angka dan
dilaporkan dalam bentuk angka pula. Studi hukum islam yang menggunakan
pendekatan kuantitatif sulit ditemukan.[22]
3.
Partisipatoris
Pendekatan
ini juga kurang diperhatikan. Padahal, pendekatan ini efektif dalam melakukan
perubahan sosial. Metode riset aksi yang menggunakan pendekatan pertisipatoris
bisa menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat, agar memperhatikan
kedewasaan dalam pernikahan. Inilah pendekatan dengan hasil perubahan yang
terukur. Peneliti tidak sekedar menggambarkan data, tetapi juga menjadi
fasilisator bagi agen-agen perubahan.[23]
C.
Urgensi Studi Hukum Islam
Studi Hukum islam merupakan salah satu bahan kajian
yang wajib dipelajari oleh umat islam, karena objek studi ini adalah umat islam
itu sendiri sehingga konsekuensi logisnya umat islamlah yang harus lebih
mendalami studi ini. Berikut beberapa urgensi studi hukum islam:
1. Studi Hukum Islam sebagai
Etika Islam
Terdapat kaitan erat antara hukum dan etika. Hukum
menghasilkan konsep benar dan salah, sedangkan etika menghasilkan konsep baik
dan buruk. Keputusan hukum harus berlandaskan etika agar tetap berada dalam
koridor keadilan. Sebaliknya, etika akan semakin kuat bila didukung oleh
keputusan hukum. Etika hanya memiliki sanksi moral, sementara hukum mempunyai
sanksi legal. Dilihat dari sisi bentuknya, hukum dapat dibaca dengan jelas,
karena berupa peraturan perundang-undangan yang tertulis. Tidak demikian halnya
dengan etika yang bentuknya banyak yang tidak tertulis. Karena itu, perdebatan
hukum selalu melibatkan logika pernyataan, sedangkan etika terus diperdebatkan
tanpa standar baku. Setiap orang dapat menyatakan moral, tetapi mereka berbeda
pendapat tentang ukuranya. Studi tentang ukuran moral ini masuk dalam wilayah
fisafat etika.[24]
Studi hukum islam di Indonesia, bisa dikategorikan
dalam dua kajian yaitu kajian hukum dan kajian etika. Tidak banyak rumusan
hukum islam yang menjadi peraturan perundang-undangan Indonesia. Rumusan hukum
yang paling dominan adalah memberlakukan hukum islam sebagai etika sebagai umat
islam. Apabila ada seorang muslim yang engan mematuhi keputusan hukum islam, maka ia tidak dijerat dengan sanksi
legal, melainkan sanksi moral.
Hai ini sejalan dengan yang dikatakan oleh M. Daud Ali
dalam bukunya Hukum islam penormaan prinsip-prinsip islam di Indonesia, beliau
mengatakan bahwa di Indonesia hukum islam ada yang berlaku normatif ada juga
yang berlaku formal yuridis.[25]Dengan demikian, kasus
yang sering muncul adalah terjadi benturan antara keputusan hukum islam dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.[26]
Meski sebagai kekuatan moral, hukum islam senantiasa
menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan di masyarakat muslim. Kekuatan
agama yang melekat dalam hukum islam menjadikanya lebih berarti. Diantara umat
islam, ada yang mengutamakan hukum islam diatas segalanya, termasuk peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat dipahami, bahwa pemberlakuan
hukum islam di Indonesia jauh lebih tua dibandingkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.[27]
Ketika hukum islam menjadi etika utama bagi umat islam
indonesia, maka ukuran etikanya adalah studi hukum islam. Studi hukum islam
dimasa mendatang, dapat menjadi alternatif dalam sistem hukum di indonesia.
Wacana untuk membangun kembali huku pidana dan perdata telah lama digulirkan,
mengingat produk dari belanda ini dinilai sudah tidak relevan lagi dengan
perkembangan zaman. Inilah peluang sekaligus tantangan bagi hukum islam. Para
pakar studi hukum islam terus membuat formulasi hukum islam yang sesuai dengan
zaman modern serta cocok dengan budaya indonesia. Secara evolusi, beberapa
konsep dan rumusan hukum islam telah diterima oleh negara antara lain:
undang-undang pengelolaan zakat, undang-undang perbankan syariah, bahkan
beberapa daerah telah memutuskan untuk menerapkan hukum islam melalui perda
syariah. Jadi studi hukum islam telah memberi kontribusi nyata dalam penataan
etika masyarakat muslim serta diharapkan lebih mewarnai kehidupan umat beragama
di indonesia.[28]
2. Muara Ilmu Ilmu Keislaman
Praktek keagamaan berkaitan erat dengan pemikiran.
Suatu amal tergantung pada ilmunya. Ilmu yang mencapai tingkat teringgi adalah
iman. Seseorang akan percaya sesuatu jika benar-benar mengetahuinya dengan
yakin. Sebagaimana yang termuat dalam surat At-takasur ayat 5
xx.öqs9tbqßJn=÷ès?zNù=ÏæÈûüÉ)uø9$#ÇÎÈ
“janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin”[29]
Untuk mencapai keimanan pada taraf yakin ini, ajaran
islam dikembangkan dengan ilmu tauhid. Keyakinan pada ajaran islam dengan
sendirinya akan melaksanakanya. Persoalannya adalah bagaimana cara
melaksanakanya. Jawaban ini dapat ditemukan dalam studi hukum islam.
Studi hukum islam membahas tentang cara mempraktekkan
ajaran islam. Sesungguhnya,cara ini telah diperaktekkan dan ditunjukkan oleh
nabi muhammad saw yang kemudian direkam menjadi hadits. Melalui Al-quran dan
hadits,tata cara dan praktek ajaran islam digali dan dirumuskan. Proses penggalian
dan perumusan ini melibatkan ilmu-ilmu teks arab,antara lain:ilmu lughah,ilmu
nahwu,ilmu sharaf serta ilmu balaghah,termasuk ilmu ushul fikih.selain itu,ilmu-ilmu
tentang Al-quran dan hadis juga diperlukan,demikian dibutuhkan ilmu
logika,karena studi hukum islam memilah benar dan salah. Studi teks tidak
terlepas dengan kondisi sejarah pergulatan teks dan konteks, sehingga studi
hukum islam harus dibantu oleh ilmu sejarah,terutama sejarah perkembangan
praktek hukum islam. Oleh karena itu,studi hukum islam bukan disiplin yang
berdiri sendiri,melainkan ditopang oleh ilmu-ilmu keislaman yang lain. Dengan demikian,pakar
studi hukum islam dapat dipastikan telah mendalami semua ilmu-ilmu keislaman.[30]
Ketika studi hukum islam bersentuhan dengan realitas
sosial,maka ilmu-ilmu yang membantunya semakin bertambah,yakni ilmu-ilmu
sosial. Sosiologi perlu dihadirkan untuk membaca perubahan sosial, antropologi
untuk menelaah tradisi masyarakat, psikologi untuk melihat kemampuan individu
maupun masyarakat dalam melaksanakan hukum islam, ilmu politik untuk legalisasi
hukum islam, ilmu ekonomi untuk mengembangkan ekonomi islam dan metodologi
riset dipakai untuk menggali dan menganalisis data lapangan. Studi hukum islam
tidak menutup diri dari ilmu-ilmu alam,sepanjang hal itu dibutuhkan.kasus ganti
kelamin,kontrasepsi dan bayi tabung.misalnya,perlu menghadirkan ilmu
kedokteran. Saat membahas waktu shalat,gerhana,arah kiblat dan masalah
perbintangan,studi hukum islam perlu menggandeng ilmu astronomi. Mustahil menemukan
seorang ulama yang menguasai studi hukum islam seta ilmu-ilmu bantu lainnya.
Untuk itu,keputusan hukum tidak dirumuskan secara perorangan,melainkan
difatwakan secara kelembagaan.[31]
Lembaga hukum islam berisi para pakar studi hukum
islam,bukan para ilmuwan dengan disiplin ilmu yang berbeda. Akan tetapi,jika
suatu masalah yang akan diputuskan memerlukan keterlibatan ilmuwan yang
terkait,maka ilmuwan tersebut dihadirkan untuk memperjelas masalah. Setelah mendapatkan
penjelasannya,pemecahan masalah dilimpahkan kembali kepada para pakar hukum
islam. Tidak jarang,persoalan yang dipecahkan juga menyangkut masalah agama di
luar wilayah hukum islam,seperti teologi,tasawwuf dan peradaban. Pada tahun
1998,majelis tarjih muhammadiyah,akhirnya,memperlebar wilayahnya,dari persoalan
hukum islam hingga peradaban islam. Komisi fatwa MUI pun demikian. Begitu pula,pelebaran
masalah juga terjadi di bahtsul masail NU hingga memunculkan bahtsul masail maudlu’iyyah (pembahasan
persoalan secara tematis),dan bahtsul masail waqi’iyyah (pembahasan persoalan
aktual).
Pelebaran masalah di atas bukan hal yang baru.
Beberapa karya klasik yang selama ini dianggap sebagai literatur ilmu fikih
juga membahas tentang teologi maupun tasawwuf. Kitab al-umm karya imam
al-syafi’i pendiri madzab fikih syafi’i,juga memuat teologis,meski porsinya
sedikit. Di samping itu,ulama yang dianggap sebagai pakar hukum islam ternyata
menulis karya-karya tentang teologis atau tasawuf. Imam abu hanifah pendiri
madzab fikih hanafi,menulis kitab al fiqh al akbar yang memuat pembahasan
tentang teologi. Fakta ini menujukkan bahwa studi hukum islam menjadi muara
bagi ilmu-ilmu keislaman. Semua disiplin ilmu, bertemu di satu wilayah,yaitu
hukum islam.[32]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Obyek
menurut KBBI adalah hal, atau sesuatu yang dituju, atau bisa dikatakan objek
adalah sasaran. Setidaknya ada dua objek kajian yang harus dimiliki oleh
disiplin ilmu yakni objek material dan objek formal.
Objek material ilmu hukum adalah manusia. Objek formal
ilmu hukum adalah perbuatan manusia yang tampak. Ilmu hukum tidak menelaah
pemikiran dan maksut hati manusia.
Ketika islam diletakkan pada hukum, maka objek hukum
semakin diperluas. Hukum islam tidak hanya mengkaji manusia sebagai makhluk
social, tetapi juga manusia sebagai makhluk beragama. objek formal yaitu
perbuatan manusia dewasa yang berakal sehat.
Perubahan hukum islam selalu terjadi dengan mengikuti
perubahan zaman. Perubahan ini juga disebabkan oleh metode yang tidak sama.
Dengan aneka metode, studi hukum islam tidak rigid dan stagnasi, melainkan
fleksibel dan dinamis. Studi hukum islam tetap menarik untuk dikembangkan.
Dipandang dari metode pengembangannya, ada tiga bentuk kajian studi hukum islam
yaitu normatif, historis dan sosiologis.
Studi Hukum islam merupakan salah satu bahan kajian
yang wajib dipelajari oleh umat islam, karena objek studi ini adalah umat islam
itu sendiri sehingga konsekuensi logisnya umat islamlah yang harus lebih
mendalami studi ini.
Sementara itu ada beberapa urgensi atau pentingnya
dalam mempelajari studi hukum islam, antara lain:
1.
Studi Hukum islam sebagai etika islam
2.
Muara Ilmu Ilmu Keislaman
DAFTAR PUSTAKA
·
Al-qur’an dan
terjemahan
·
C.S.T. Kansil.Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum
Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka.1989.
·
MKD IAIN Sunan
Ampel.Studi Hukum Islam.Surabaya:SAP.
2012.
·
Abuddin hata.Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan
Multidisipliner.Jakarta:Rajawali Press.2010.
·
Ya’qub, Hamzah.Pengantar Ilmu syariat (Ilmu Hukum).Bandung:
CV.Diponegoro.1995.
·
Ali, Zainuddin.Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta:Sinar
Grafira.2006.
·
Abd. Shomad.Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam
hukum Indonesia.Jakarta:Kencana Pernada Media Group.2012.
·
Daud Ali,
Muhammad.Hukum Islam.Jakarta:RajaGrafindo
Persada.2005.
[1] Muhammad Daud Ali,Hukum Islam.(Jakarta:RajaGrafindo Persada,2005)
hal 43
[2] Zainuddin Ali.Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum.(Jakarta:Sinar
Grafira, 2006) hal 5
[3] KBBI
[4] C.S.T. Kansil.Pengantar Ilmu Hukum Tata Hukum Indonesia,(Jakarta:Balai
Pustaka,1989), hal 42
[5] Ibid., hal 42
[6] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam.(Surabaya:SAP, 2012)hal 5
[7] Ibid., hal 7
[8] Ibid., hal 8
[9] Ibid.,
[10] Ibid., hal 9
[11] Hamzah Ya’qub.Pengantar
Ilmu syariat (Ilmu Hukum) (Bandung: CV.Diponegoro,1995) , hal 93
[12]Abuddin hata.Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner,(Jakarta:Rajawali
Press,2010), hal 40
[13] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam.(Surabaya:SAP, 2012)hal 12
[14] Abuddin hata.Ilmu
Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner., hal 81
[15] Ibid.,
[16] Ibid.,
[17] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam.(Surabaya:SAP, 2012)hal 15
[18] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam.(Surabaya:SAP, 2012)hal 16
[19] Ibid.,
[20] Ibid.,
[21] Ibid., hal 18
[22] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam.(Surabaya:SAP, 2012)hal 19
[23] Ibid., hal 20
[24] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam.(Surabaya:SAP, 2012)hal 23
[25] Abd. Shomad,Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam
hukum Indonesia.(Jakarta:Kencana Pernada Media Group, 2012) hal 10
[26] Ibid.,
[27] Ibid.,
[28] Ibid., hal 25
[29] At-Takasur ayat 5
[30] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam., Hal 28
[31] MKD IAIN Sunan Ampel.Studi Hukum Islam., Hal 29
Posting Komentar