Pengusaha, Perusahaan dan Kewajibanya Terhadap Buruh
Pengusaha, Perusahaan dan Kewajibanya Terhadap Buruh
Yusuf Bahtiyar(C02213079)
A. Pengertian
Pengusaha dan Perusahaan
Perusahaan dan pengusaha merupakan dua
hal yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Secara sederhana
perusahaan dapat diartikan sebagi objek dan pengusaha sebagai subyeknya, atau
dalam artian lain pengusaha adalah yang mengusahakan atau menjalankan perusahaan.
Secara lebih mendalam Dalam
Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dijelaskan bahwa
pengertian pengusaha adalah Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri atau perusahaan hukum miliknya.[1]
Pengusaha dalam penjalanan usahanya terkadang
membutuhkan tenaga-tenaga lain selain dirinya dalam operasional perusahanaanya.
Dengan demikian dalam menjalankan perusahaannya, seorang pengusaha memiliki beberapa
alternative seperti:
a. Dalam
menjalankan perusahaannya sendirian, atau tanpa pembantu
b. Dalam
menjalankan perusahaannya dibantu oleh pembantu, dan atau
c. Dia
dapat menyuruh orang lain untuk menjalankan perusahaannya, sedangkan dia tidak
turut serta dalam menjalankan perusahannya itu, orang yang disuruh oleh
pengusaha tersebut adalah pemegang kuasa yang menjalankan perusahaan atas nama
pemberi kuasa.
Pengusaha yang menjalankan perusahaan dengan
pembantunya, dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin
perusahaan. Sedangkan jika pengusaha tidak turut serta dalam menjalankan
perusahaannya dia hanya memiliki kedudukan sebagai pengusaha saja. Adapun
pengusaha yang menjalankan perusahaannya dengan sendiri tanpa pembantu,
sangatlah sederhana semua urusan dikerjakan sendiri.[2]
Sampai disini dapat
disimpulkan bahwa pengusaha adalah Orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri atau perusahaan hukum
miliknya, baik dikerjakan secara sendiri atau melalui perwakilan.[3]
Perusahaan adalah sebuah wadah, wadah bagi pengusaha
untuk mengusahakan sesuatu demi sebuah keuntungan atau ganti atas usahanya.
Dalam pengertian yang lebih luas, pemerintah belanda ketika membacakan
penjelasan tentang Rencana Undang-Undang Wetboek
van Koophandel di muka parlemen menyebutkan, bahwa perusahaan adalah
keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, dengan
terang-terangan dalam kedudukan tertentu, dan untuk mencari laba bagi dirinya
sendiri. Hampir sama dangan yang pengertian diatas Molengraaf mengartikan perusahaan
sebagai keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak
keluar untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang
atau mengadakan perjanjian perdagangan.
Sementara itu Polak mencoba memberikan batasan
mengenai perusahaan, bahwa baru ada perusahaan jika diperlukan adanya
perhitungan laba-rugi yang dapat diperkirakan dan segala sesuatunya dicatat
dalam pembukuan. Perkembangan pengertian perusahaan dapat dijumpai dalam UU
No.3 Tahun 1992 tentang wajib Daftar Perusahaan, dan UU No.8 tahun 1997 tentang
dokumen Perusahaan. [4]
Sementara itu Menurut Basu Swasta dan Ibnu Sukotjo Perusahaan didefinisikan
sebagai suatu organisasi produksi yang menggunakan dan mengkoordinasikan
sumber-sumber ekonomi untuk memuaskan kebutuhan dengan cara menguntungkan.[5]
Undang-undang juga memberikan beberapa
definisi tentang perusahaan seperti yang terdapat dalam pasal 1 Huruf b UU No.3
tahun 1982, disana dijelaskan bahwa perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang
bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam
wilayah Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan laba.
Tidak berbeda jauh dengan sebelumnya, Pasal
1 Butir 2 UU No.8 Tahun 1997 mendefinisikan Perusahaan sebagai setiap bentuk
usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan
memperoleh keuntungan dan atau laba baik yang diselenggarakan oleh perseorangan
maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang
didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Republik Indonesia. Sementara itu lebih luas lagi Dalam
Undang-undang No.8 tahun 2003 dijelaskan bahwa perusahaan diartikan sebagai
setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,
milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik
negara yang memperkerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain, ataupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
Berdasarkan uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa sesuatu dapat dikatakan sebagai perusahaan jika memenuhi
unsure dibawah ini:
a. Bentuk
Usaha, baik yang dijalankan oleh perseorangan maupun badan usaha;
b. Melakukan
kegiatan secara tetap dan terus menerus;
c. Tujuannya
untuk mencari keuntungan atau laba.[6]
B. Kewajiban
Pengusaha dan Perusahaan
Pengusaha
adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua
macam kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan yakni terhadap diri
perusahaan sendiri dan terhadap tenaga kerja yang bekerja didalamnya.
Adapun Kewajiban pengusaha terhadap tenaga kerjanya yang
tercantum dalam Undang-undang ketenagakerjaan RI No. 13 Tahun 2003 yang harus
dipenuhi adalah sebagai berikut:
a) Memberikan
ijin buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya. (pasal
80)
b) Dilarang
memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada
ijin penyimpangan. (pasal 77)
c) Tidak
boleh mengadakan diskriminasi upah laki-laki dan perempuan.
d) Wajib
memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa
kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih.
e) Pengusaha
dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum (pasal 90)
f) Wajib
mengikutsertakan dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (pasal 99)[7]
Sedangkan Kewajiban pengusaha terhadap dirinya
sendiri sesuai dengan pasal 6 KUHD tentang pembukuan dan UU No.3 tahun 1982
tentang wajib daftar perusahaan, yakni sebagai berikut:
a) Membuat
pembukuan, yakni membuat catatan mengenai keadaan kekayaan serta segala sesuatu
yang berhubungan dengan perusahaannya. Dalam pasal 2
undang-undang nomor 8 tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah
terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
1. Dokumen keuangan terdiri dari
catatan ( neraca tahunan, perhitungan laba, rekening, jurnal transaksi harian )
2. Dokumen lainnya terdiri dari data
setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi
perusahaan, meskipun tidak terkait langsung denagn dokumen keuangan.
b) Setiap
tahun ia harus membuat suatu neraca atau berupa laporan keuangan mengenai
perusahaannya.
c) Menyimpan
segala surat/telegram yang diterimanya serta tembusan dari surat-surat yang
dikirimnya selama 10 tahun.[8]
d) Mendaftarkan perusahaannya (sesuai
Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar perusahaan). Dengan
adanya undang-undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan maka
setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk
melakukan pemdaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya
sejak tanggal 1 juni 1985.[9]
C. Perantara dalam
Perniagaan dan Perusahaan
Didalam
menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seseorang pengusaha
tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut
dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang lain untuk
membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut. Sehingga dapat dibedakan antara:
Perusahaan kecil (yang mempunyai 1-5 Pekerja), perusahaan sedang (jumlah
pekerja 5-50 orang) dan perusahaan besar (jumlah pekerjanya lebih dari 50
orang).
Contohnya rill dalam sebuah toko, disana
dapat dilihat aneka warna pekerja misalkan, para penjual yang bertugas
menjelaskan produk pada pelanggan, penerima uang, pembungkus barang-barang,
tukang bersih-bersih dan lain sebagainya. Sampai disini terlihat sudah nampak adanya
pembagian kerja diantara mereka, hal ini akan berdampak pada meningkatkan
efisiensi kerja karena jika semua pekerjaan tersebut dikerjakan hanya satu
orang, kemungkinan besar efisiensi dan efektifitas kerja tidak maksimal.
Seorang penerima uang, pengepak barang
ataupun pekerjaan-pekerjaan lainya yang dilakukan dalam toko itu, merupakan
sebuah contoh dari wujud perwakilan dari pengusaha atau pemilik toko itu kepada
para pembantunya.[10]
Dalam
operasional perusahaan Perantara atau pembantu dalam perusahaan dapat
digolongkan menjadi dua macam,yaitu:
a. Pembantu
didalam perusahaan, misalnya pelayan toko, pekerja keliling, pengurus cabang,
pemegang prokurasi, dan pimpinan perusahaan.
Pemegang Prokurasi adalah pemegang kuasa
dari perusahaan. Dia adalah wakil pimpinan perusahaan atau wakil manajer, dan
dapat menjadi kepala satu bagian besar dari perusahaan itu. Dia adalah orang
kedua setelah pimpinan perusahaan.
Pimpinan perusahaan adalah pemegang
kuasa pertama dari pengusaha perusahaan. Menurut H.M.N. Purwosutjipto, pimpinan
perusahaan inilah yang mengemudikan perusahaan dan dialah pula yang bertanggung
jawab terhadap berkembang atau tidaknya perusahaan. Dalam istilah sekarang dia
disebut dengan direktur utama. Sedangkan dibawahnya ada beberapa direktur.
Direktur-direktur tersebut memegang salah satu bidang perusahaan tertentu.
Direktur inilah yang memegang prokurasi.
Perlu ditegaskan disini bahwa pimpinan
perusahaan atau direktur dan para majajer bukanlah pengusaha, tetapi orang yang
bertugas berdasarkan kuasa dari penguasaha untuk menjalankan perusahaan. Dia
bertanggung jawab atas seluruh pengelolaan dan maju mundurnya perusahaan. Dia
dibayar oleh pengusaha dengan upah atau gaji yang telah ditentukan[11].
Hubungan antara pimpinan perusahaan dan
pengusaha menimbulkan hubungan hukum yang bersifat rangkap, yakni hubungan
perburuhan dan pemberian kuasa. Dalam hubungan perburuhan, si pengusaha
bertindak sebagai majikan sedangkan si pelayan bertindak sebagai buruh yang
diatur dalam Bab VII-A Buku III KUH Perdata dan sifatnya subordinasi yang
berarti si pelayan wajib tunduk kepada perintah si pengusaha dan si pengusaha
membayar upah si pelayan. Untuk hubungan pemberi kuasa, si pengusaha bertindak
sebagai pemberi kuasa dan si pelayan bertindak sebagai pemegang kuasa yang
diatur dalam Bab XVI Buku III KUH Perdata.[12]
b. Pembantu Di Luar Perusahaan Adalah
mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar
sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan
penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam pasal 1792
KUH Perdata, misalnya pengacara, notaries, agen perusahaan, makelar, komisioner
dan agen
perusahaan. Yang mana agen bersifat pemberian kuasa dan dengan notaris
berkaitan dengan pembuatan akta pendirian yang nantinya diperlukan sebagai akta
pembuatan yang autentik, pengacara, makelar, atau lainnya bersifat rangkap
yaitu pelayanan berkala dan pemberian kuasa[13].
Perbuatan
pengusaha atau pembantunya ini menimbulkan perikatan, terhadap pihak ketiga.
Perbuatan-perbuatan yang dilakukan tersebut dapat merupakan perbuatan hukum dan
melawan hukum sehingga perikatan-perikatan yang timbul mungkin menjadi berbeda
yaitu:
1) Terhadap
perikatan-perikatan yang timbul dari perbuatan hukum, pengusaha terikat artinya
pengusaha harus melaksanakan perikatan-perikatan itu. Kalau perbuatan hukum itu
dilakukan oleh pembantu atas namanya. Pembantu pengusaha ini berbuat sebagai
pemegang kuasa si pengusaha, yang berakibat bahwa semua perikatan yang timbul
dari perbuatan hukum yang harus dilaksanakan oleh pengusaha.
2) Terhadap
perikatan-perikatan yang timbul dari perbuatan melawan hukum, baik yang
dilakukan oleh pengusaha sendiri, maupun oleh pembantunya, menjadi tanggung
jawab pengusaha, artinya si pengusaha berkewajiban menanggung bila ada yang
tidak beres dalam pelaksanaan perikatan tersebut. [14]
Pengusaha, Perusahaan dan Kewajibanya Terhadap Buruh
Yusuf Bahtiyar(C02213079)
[1] Undang-Unang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
[2] Ridwan Khairandany.dkk,
Pengantar Hukum Dagang Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media,1999), Hal. 10
[3]
Purwosutjipto, Pengertian Pokok
Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2003) hal 42
[4] Ibid hal.7
[5]
Dra.Farida Hasyim, M.Hum, Hukum
Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika,
2009) hal 91
[6] Ridwan Khairandany.dkk,
Pengantar Hukum Dagang Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media,1999), Hal.7
[7] Undang-undang ketenagakerjaan RI
No. 13 Tahun 2003 (Jakarta: Sinar Grafika)
[8]
Dra. Farida Hasyim, M.Hum, Hukum
Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika,
2009) hal, 93
[9] Ibid.,
[10] CST.Kansil, Pokok-pokok
Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika,2002) hal, 42
[11] Ridwan Khairandany.dkk,
Pengantar Hukum Dagang Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media,1999), Hal.11
[12] Andi Sri Rezky Wulandari, Hukum
Dagang, (Makassar: Mitra Wacana Media,2014), hal. 22
[13] Ridwan Khairandany.dkk,
Pengantar Hukum Dagang Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media,1999), Hal.12
[14] Andi Sri Rezky Wulandari, Hukum
Dagang, (Makassar: Mitra Wacana Media,2014), hal.22
Posting Komentar